Aisyah Shidiq
Seorang gadis kecil periang berumur
sembilan tahun sedang gembira bermain-main dengan teman-temannya. Rambutnya
awut-awutan dan mukanya kotor karena debu. Tiba-tiba beberapa orang yang sudah
agak tua muncul dari sebuah rumah di dekat situ dan datang ke tempat anak-anak
tadi bermain-main.
Mereka lalu membawa anak gadis itu
pulang, memberinya pakaian yang rapi, dan malam itu juga, gadis itu dinikahkan
dengan laki-iaki paling agung di antara manusia, Nabi agama Islam. Suatu
penghormatan paling unik yang pernah diterima seorang wanita. Aisyah adalah
salah seorang putri tersayang Sayidina Abu Bakar, sahabat Nabi yang setia, yang
kemudian menggantikan Nabi sebagai Khalifah Islam yang pertama. Gadis itu lahir
di Mekkah 614 Masehi, delapan tahun sebelum permula an zaman Hijrah. Orang
tuanya sudah memeluk agama Islam. Sejak mulai kecil anak gadis itu telah
dididik sesuai dengan tradisi paling mulia --agama baru itu-- dan dengan
sempurna dipersiapkan dan diberinya hak penuh untuk kemudian menduduki tempat
yang mulia.
Ia menjadi istri Nabi selama sepuluh
tahun. Masih muda sewaktu dinikahkan dengan Nabi, tetapi ia memiliki kemampuan
sangat baik sehingga dapat menyesuaikan diri dengan tugas barunya. Kehadirannya
membuktikan bahwa ia seorang yang cerdas dan setia, dan sebagai istri, sangat
mencintai tokoh dermawan paling besar bagi umat manusia. Di seluruh dunia, ia
diakui sebagai pembawa riwayat paling otentik bagi ajaran Islam seperti apa
yang telah disunahkan oleh suaminya. Ia di anugerahi ingatan yang sangat tajam,
dan mampu mengingat segala pertanyaan yang diajukan para tamu wanita kepada
Nabi, serta juga mengingat segenap jawaban yang diberikan oleh Nabi. Diingatnya
secara sempurna semua kuliah yang diberikan Nabi kepada para delegasi dan
jemaah di masjid. Karena kamar Aisyah itu bersebelahan dengan masjid, dengan
cermat dan tekun ia mendengarkan dakwah, kuliah, dan diskusi Nabi dengan para
sahabat dan orang-orang lain. Ia mengajukan juga pertanyaan-pertanyaan kepada
Nabi tentang soal-soal yang sulit dan rumit sehubungan dengan ajaran agama baru
itu. Hal-hal inilah yang menyebabkan ia menjadi ilmuwan dan periwayat yang
paling besar dan paling otentik bagi sunnah Nabi dan ajaran Islam.
Aisyah tidak ditakdirkan hidup
bersama-sama dengan Nabi untuk waktu yang lama. Pernikahannya itu berlangsung
hanya sepuluh tahun saja. Tahun 11 Hijrah, 632 Masehi, Nabi wafat dan
dimakamkan di kamar yang dihuni Aisyah. Nabi digantikan oleh seorang sahabat
yang setia, Abu Bakar, sebagai khalifah islam yang pertama. Aisyah terus
menduduki urutan kesatu, dan setelah Fatima
meninggal dunia di tahun 11 Hijrah, Aisyah dianggap sebagai wanita yang paling
penting di dunia Islam. Tetapi ayahnya, Abu Bakar, tidak berumur panjang. Ia
meninggal dunia dua setengah tahun setelah wafat Nabi.
Selama kekuasaan Umar al-Faruq, kalifah
yang kedua, Aisyah menduduki posisi sebagai ibu utama di seluruh daerah-daerah
Islam yang secara cepat makin meluas. Orang datang untuk meminta
nasihat-nasihatnya yang bijaksana tentang segala hal yang penting.
Umar terbunuh dan kemudian Khalifah
Usman. Dua peristiwa kesyahidan tersebut telah mengguncangkan sendi-sendi
negara baru itu, dan menjurus kepada perpecahan yang tragis di kalangan umat
Islam. Keadaan itu sangat merugikan agama yang sedang menyebar luas dan
berkembang dengan cepat, yang pada waktu itu telah menjalar sampai ke batas
pegunungan Atlas di sebelah Barat, dan ke puncak-puncak Hindu
Kush di sebelah Timur.
Aisyah tidak dapat tinggal diam sebagai
penonton dalam menghadapi oknum-oknum pemecah-belah itu. Dengan sepenuh hati ia
membela mereka yang menuntut balas atas kesyahidan khalifah yang ketiga. Di
dalam Perang Unta, suatu pertempuran melawan Ali, khalifah yang keempat,
pasukan Aisyah kalah dan ia terus mundur ke Medina di bawah perlindungan pengawal
yang diberikan oleh putra khalifah sendiri.
Beberapa orang sejarawan yang menaruh
minat terhadap peristiwa itu, baik yang Muslim maupun yang bukan, memberikan
kritik kepada Aisyah dalam pertempuran melawan Ali. Tetapi tidak seorang pun
yang meragukan kesungguhan hati dan keyakinan Aisyah untuk menuntut balas bagi
darah Usman.
Aisyah menyaksikan berbagai perubahan
yang dialami oleh Islam selama tiga puluh tahun kekuasaan khalifah yang saleh.
Ia meninggal dunia tahun 678 Masehi. Ketika itu kekuasaan berada di tangan
Muawiya. Penguasa ini amat takut kepada Aisyah dengan kritik-kritiknya yang
pedas berkenaan dengan negara Islam yang secara politis sedang berubah itu.
Ibu Utama agama Islam ini terkenal
dengan bermacam ragam sifatnya kesalehannya, umurnya, kebijaksanaannya,
kesederhanaannya, kemurahan hatinya, dan kesungguhan hatinya untuk menjaga
kemurnian riwayat sunnah Nabi.
Kesederhanaan dan kesopanannya segera
menjadi obor penyuluh bagi wanita Islam sejak waktu itu juga. Ia menghuni
ruangan yang berukuran kurang dari 12 X 12 kaki bersama-sama dengan Nabi.
Ruangan itu beratap rendah, terbuat dari batang dan daun kurma, diplester
dengan lumpur. Pintunya cuma satu, itu pun tanpa daun pintu, dan hanya ditutup
dengan secarik kain yang digantungkan di atasnya. Selama masa hidup Nabi,
jarang Aisyah tidak kekurangan makan. Pada malam hari ketika Nabi mengembuskan
napasnya yang terakhir, Aisyah tidak nempunyai minyak. Waktu Khalifah Umar
berkuasa, istri dan beberapa sahabat Nabi mendapatkan tunjangan yang cukup besar
tiap bulannya. Aisyah jarang menahan uang atau pemberian yang diterimanya
sampai keesokan harinya, karena semuanya itu segera dibagikan kepada
orang-orang yang membutuhkannya. Pada suatu hari di bulan Ramadhan, waktu
Abdullah ibn Zubair menyerahkan sekantung uang sejumlah satu laksa dirham,
Aisyah membagikan uang itu sebelum waktu berbuka puasa.
Aisyah pada zamannya terkenal sebagai
orator. Pengabdiannya kepada masyarakat, dan usahanya untuk mengembangkan
pengetahuan orang tentang sunnah dan fiqh, tidak ada tandingannya di dalam
catatan sejarah Islam. Jika orang menemukan persoalan mengenai sunnah dan fiqh
yang sukar untuk dipecahkan, soal itu akhirnya dibawa kepada Aisyah, dan
kata-kata Aisyah menjadi keputusan terakhir. Kecuali Ali, Abdullah ibn Abbas
dengan Abdullah ibn Umar, Aisyah juga termasuk kelompok intelektual di
tahun-tahun pertama Islam.
Ibu Agung Agama Islam ini mengembuskan
napas yang terakhir 17 Ramadhan, 58 Hijriah (13 Juli, 678 Masehi). Kematiannya
menimbulkan rasa duka terutama di Medina
dan di seluruh dunia Islam.
Aisyah bersama Khadijah dan Fatima az-Zahra dianggap sebagai wanita yang paling
menonjol di kalangan wanita Islam. Kebanyakan para ulama menempatkan Fatima di tangga teratas, diikuti oleh Khadijah, dengan
Aisyah sebagai yang terakhir. Tapi ulama ibn Hazim malah menempatkan Aisyah
nomor dua sesudah Nabi Muhammad, di atas semua istri, sahabat, dan
rekan-rekannya. Menurut Allama ibn Taimiya, Fatima-lah yang berada di tempat
teratas, karena ia itu anak tersayang Nabi, Khadijah itu agung karena dialah
orang pertama yang memeluk agama Islam. Tetapi, tidak seorang pun yang
menandingi Aisyah mengenai peranannya dalam menyebarluaskan ajaran Nabi.
--------------------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar anda yang bisa membangun bagi blog ini oke!!!