MAKALAH
INFLASI DAN PENGANGGURAN
KELOMPOK
VII
ABDUSSOMAD 152.135.223
BUDIAWAN 152.135.222
PUTRI WULANDARI 152.135.253
NUR INAYAH
152.135.249
FAKULTAS
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur senantiasa kami
panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah pengantar ekonomi ini. Adapun maksud dan
tujuan kami disini untuk menyajikan beberapa hal yang menjadi materi
dari makalah kami. Makalah ini membahas mengenai Perekonomian Terbuka.
Makalah ini juga menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk para
pembacanya. Kami menyadari bahwa didalam makalah kami ini masih banyak
kekeurangan , kami mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan
makalah kami agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal mungkin. Akhir
kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan dan penyempurnaan makalah ini. Yogyakarta ,
Desember 2011 Hormat Kami Penyusun
II.PENDAHULUAN- Latar Belakang
- Permasalahan
- Tujuan mempelajari Pendapatan Nasional
- Manfaat mempelajari Pendapatan Nasional
DAFTAR ISI
- KATA PENGANTAR
- PENDAHULUAN
- DAFTAR ISI
- ISI
- KESIMPULAN
- SARAN
- PENUTUP
- DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHASAN
INFLASI
Inflasi adalah proses kenaikan harga umum
barang secara terus menerus (Nopirin, 1998 : 25). Ini berarti bahwa
harga berbagai macam barang itu naik dengan presentase yang sama, dan
kenaikan umum tersebut terjadi tidaklah bersama-sama yang penting
terdapat kenaikan umum secara terus-menerus dalam periode tertentu.
Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan
tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus. Dari pengertian
tersebut maka apabila terjadi kenaikan harga hanya bersifat sementara,
maka kenaikan harga yang sementara sifatnya tersebut tidak dapat
dikatakan inflasi. Semua negara di dunia selalu menghadapi permasalahan
inflasi ini. Oleh karena itu, tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu
negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah
eko-nomi yang dihadapi suatu negara. Bagi negara yang perekono-miannya
baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara 2 sampai 4 persen per
tahun. Tingkat inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4 persen dikatakan
tingkat inflasi yang rendah. Selanjut tingkat inflasi yang berkisar
antara 7 sampai 10 persen dikatakan inflasi yang tinggi. Namun demikian
ada negara yang meng-hadapai tingkat inflasi yang lebih serius atau
sangat tinggi, misalnya Indonesia pada tahun 1966 dengan tingkat inflasi
650 persen. Inflasi yang sangat tinggi tersebut disebut hiper inflasi (hyper inflation). Macam-macam Inflasi dapat digolongkan dalam berbagai aspek (Nopirin, 1998 : 27 ) : Inflasi Menurut Sifatnya a. Inflasi Merayap (Creeping Inflation) laju inflasi yang rendah kurang dari 10% per tahun. b. Inflasi Menengah (Galloping Inflation) ditandai dengan harga tinggi c. Inflasi Tinggi (Hyper Inflation) harga naik diantara 100% per tahun Inflasi Menurut Sebabnya (Nopirin, 1998 : 29)
- Inflasi Permintaan (Demand-pull Inflation), Inflasi timbul karena bertambahnya permintaan mesyarakat akan barang-barang atau adanya kenaikan permintaan modal total (agregat Demand).
- Inflasi Ongkos (Cost-push Inflation), Inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga serta turunya produksi dan dibarengi dengan resesi, keadaan ini dimulai dengan adanya penurunan total (Agregat Demand)
Inflasi menurut asalnya (Nopirin, 1998 : 30)
a. Inflasi dari dalam negeri (Domestic Inflation), timbul karena
defisit anggaran belanja dengan percetakan uang baru, panenan gagal, dan
sebagainya. b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (Imported Inflation),
Inflasi timbul karena adanya kenaikan barang dan jasa di luar negeri
atau dinegara-negara langganan berdagang yang akibatnya menaikan harga
di dalam negeri. Definisi Inflasi : Secara umum inflasi dapat diartikan
sebagai kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus
menerus selama waktu tertentu . Komponen Inflasi Ada tiga komponen yang
harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, Prathama dan
Mandala (2001:203) 1. Kenaikan harga Harga suatu komoditas dikatakan
naik jika menjadi lebih tinggi darpada harga periode sebelumnya. 2.
Bersifat umum Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan
inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum naik.
3. Berlangsung terus menerus Kenaikan harga yang bersifat umum juga
belum akan memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat, karena itu
perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan
Tingkat Inflasi Kondisi inflasi menurut Samuelson (1998:581),
berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu 1) Merayap
{Creeping Inflation) Laju inflasi yang rendah (kurang dari 10%
pertahun), kenaikan harga berjalan lambat dengan persentase yang kecil
serta dalam jangka waktu yang relatif lama. 2) Inflasi menengah
{Galloping Inflation) Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar
dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta
mempunyai sifat akselerasi yang arrinya harga-harga minggu/bulan ini
lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan seterusnya. 3) Inflasi Tinggi
{Hyper Inflation) Inflasi yang paling parah dengan dtandai dengan
kenaikan harga sampai 5 atau 6 kali dan nilai uang merosot dengan tajam.
Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit
anggaran belanja. Metode Pengukuran Inflasi Suatu kenaiikan harga dalam
inflasi dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Ada beberapa
indeks harga yang dapat digunakan untuk mengukur laju inflasi
(Nopirin,1987:25) antara lain: a) ConsumerPriceIndex (CPI) Indeks yang
digunakan untuk mengukur biaya atau pengeluaran rumah tangga dalam
membeli sejumlah barang bagi keperluan kebuthan hidup: CPI= (Cost of
marketbasket ingiven year : Cost of marketbasket in base year) x 100% b)
Produsen PriceIndex dikenal dengan Whosale Price Index Index yang lebih
menitikberatkan pada perdagangan besar seperti harga bahan mentah (raw
material), bahan baku atau barang setengah jadi. Indeks PPI ini sejalan
dengan indeks CPI. c) GNP Deflator GNP deflator ini merupakan jenis
indeks yang berbeda dengan indeks CPI dan PPI, dimana indeks ini
mencangkup jumlah barang dan jasa yang termasuk dalam hitungan GNP,
sehingga jumlahnya lebih banyak dibanding dengan kedua indeks diatas:
GNP Deflator = (GNP Nominal : GNP Riil) x 100% Faktor – faktor yang
mempengaruhi Inflasi Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998:587), ada
beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi: a. DemandPull
Inflation Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat
dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, menarik harga ke
atas untuk menyeimbangkan penawaran dan pennintaan agregat. b. Cost Push
Inflation or Supply Shock Inflation Inflasi yang diakibatkan oleh
peningkatan biaya selama periode pengangguran tinggi dan penggunaan
sumber daya yang kurang efektif. Sedangkan faktor- faktor yang
menyebabkan timbulnya inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh Demand Pull
Inflation dan Cost Push Inflation tetapi juga dipengaruhi oleh : a)
Domestic Inflation Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh
kenaikan harga barang secara umum di dalam negeri. b) ImportedInflation
Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan harga-harga
barang import secara umum Penyebab inflasi Inflasi dapat disebabkan
oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat
tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau
distribusi (kurangnya kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam
kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah
(Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif),
kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll. Inflasi tarikan
permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya
permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh
membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi
dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar
atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi
tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian
menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi
karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang
bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih
disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan.
Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor
selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur
peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan
aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan. Inflasi desakan
biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan
produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau
permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara
signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau
berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal
dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum
permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai
keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala
distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat
berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik,
perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk
menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga
memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga
hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini
faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting. Meningkatnya
biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu kenaikan harga,misalnya
bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan
mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
Penggolongan inflasi Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi
yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri
misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang
dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang
berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari
luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga
barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar
negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang. Inflasi juga
dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika
kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang
tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation).
Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum,
maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation).
Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap
saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat
menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut
inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi). Berdasarkan keparahannya
inflasi juga dapat dibedakan : 1. Inflasi ringan (kurang dari 10% /
tahun) 2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun) 3. Inflasi
berat (antara 30% sampai 100% / tahun) 4. Hiperinflasi (lebih dari 100% /
tahun) Mengukur inflasi Inflasi diukur dengan menghitung perubahan
tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut
di antaranya: • Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index
(CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu
yang dibeli oleh konsumen. • Indeks biaya hidup atau cost-of-living
index (COLI). • Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga
rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan
proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di
masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya
produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi. •
Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari
komoditas-komoditas tertentu. • Indeks harga barang-barang modal •
Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang
baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa. Dampak Pekerja
dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya Inflasi. Inflasi
memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau
tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh
yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk
bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa
inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali
(hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian
dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau
mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat.
Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan
swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi
harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari
waktu ke waktu. • Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap,
inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai
negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun
kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya,
uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan,
seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi.
Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji
mengikuti tingkat inflasi. • Inflasi juga menyebabkan orang enggan
untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan
menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang
tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan
investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha
membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat. •
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai
uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur
atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai
uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman. •
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang
diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini
terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya
(biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan
naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka
produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan
produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti
laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya
terjadi pada pengusaha kecil). • Secara umum, inflasi dapat
mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan
suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif,
kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit
neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat.
EFEK BURUK INFLASI
Kenaikan harga – harga yang tinggi terus –
menerus bukan saja menimbulkan beberapa efek buruk ke atas kegiatan
ekonomi, tetapi juga kepada kemakmuran individu dan masyarakat. Inflasi
dan Perkembangan Ekonomi Kenaikan harga – harga menimbulkan efek yang
buruk pula ke atas perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan barang –
barang negara itu tidak dapat bersaing di pasaran internasional. Maka
ekspor menurun. Sebaliknya, harga – harga produksi dalam negeri yang
semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan barang – barang impor
menjadi relatif murah. Maka lebih banyak impor akan di lakukan. Ekspor
yang menurun dan diikuti pula oleh impor yang bertambah menyebabkan
ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing. Kedudukan neraca
pembayaran akan memburuk. Inflasi dan Kemakmuran Masyarakat Di samping
menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara, inflasi juga
akan menimbulkan efek – efek yang berikut kepada individu masyarakat :
i. Inflasi akan menurunkan pendapatan rill orang – orang yang berpendapatan tetap. Pada
umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga – harga. Maka
inflasi akan menurunkan upah rill individu – individu yang berpendapatan
tetap. ii. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di
bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi – istitusi keuangan
lain merupakan simpanan keuangan. Nilai rillnya akan menurun apabila
inflasi berlaku. iii. Memperburuk pembagian kekayaan. Telah
ditunjukan bahwa penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemerosotan
dalam nilai rill pendapatannya, dan pemilik kekayaan bersifat keuangan
mengalami penurunan dalam nilai rill kekayaannya. Akan tetapi pemilik
harta – harta tetap (tanah), bangunan dan (rumah) dapat mempertahankan
atau menambah nilai rill kekayaannya. Ajuga sebagai penjual/pedagang
dapat mempertahankan nilai rill pendapatannya. Dengan demikian inflasi
menyebabkan pembagian pendapatan di antara golongan berpendapatan tetap
dengan pemilik – pe–ilik harta tetap dan penjual/pedagang akan menjai
semakin tidak merata.
PENGANGGURAN
Pengangguran adalah suatu kondisi di mana orang tidak dapat bekerja, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan.
Jenis – jenis pengangguran digolongkan menjadi dua:
- Jenis pengangguran Berdasarkan Penyebabnya :
Berdasarkan penggolongan ini pengangguran dapat dibedakan menjadi empat jenis pengangguran :
i. Pengangguran Normal atau Friksional
Pekerja yang meninggalkan pekerjaan lama dan mencoba mencari kerja baru.
ii. Pengangguran Siklikal
Pengangguran yang diakibatkan kemerosotan permintaan agregat yang mengakibatkan perusahaan – perusahaan mengurangi pekerja atau menutup perusahaan , maka penggangguran bertambah.
iii. Pengangguran Struktual.
Pengangguran yang diakibatkan kemerosotan itu akan menyebabkan kegiatan produksi dalam industry tersebut menurun dan sebagian pekerja diberhentikan dan menjadi pengangguran.
iv. Pengangguran teknologi.
Pengangguran yang ditimbulkan oleh penggunaan mesin dan kemajuan teknologi lainnya.i. Pengangguran Normal atau Friksional
Pekerja yang meninggalkan pekerjaan lama dan mencoba mencari kerja baru.
ii. Pengangguran Siklikal
Pengangguran yang diakibatkan kemerosotan permintaan agregat yang mengakibatkan perusahaan – perusahaan mengurangi pekerja atau menutup perusahaan , maka penggangguran bertambah.
iii. Pengangguran Struktual.
Pengangguran yang diakibatkan kemerosotan itu akan menyebabkan kegiatan produksi dalam industry tersebut menurun dan sebagian pekerja diberhentikan dan menjadi pengangguran.
iv. Pengangguran teknologi.
- Jenis pengangguran Berdasarkan Cirinya :
- Pengangguran Terbuka
Pengangguran terbukan dapat pula wujud
sebagai akibat dari kegiatan ekonomi yang menurun dari kemajuan
teknologi yang mengurangi pengungganaan tenaga kerja atau sebagai akibat
dari kemunduran perkembangan sesuatu industry.
- Pengangguran tersembunyi.
Banyak negara berkembang seringkali
didapati bahwa jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi adalah lebih
banyak dari yang sebenarnya diperlukan supaya ia dapat menjalankan
kegiatan efisien. Tidak semua industri dan perusahaan dalam perekonomian
akan terus berkembang maju, sebagainya akan mengalami kemunduran.
Kemerosotan ini ditimbulakn oleh salh satu atau beberapa faktor berikut :
wujudnya barang baru yang lebih baik, kemajuan teknologi mengurangi
permintaan ke atas barang tersebut, biaya pengeluaran sudah sangat
tinggi dan tidak mampu bersaing, dan ekspor produksi indistri itu sangat
menurun oleh karena persaingan yang lebih serius dari negara – negara
lain. Kemerosotan itu akan menyebabkan kegiatan produksi industri
tersebut menurun, dan sebagai pekerja terpaksa diberhentikan dan menjadi
penganggur. Pengangguran yang wujud digolongkan sebagai penganggur struktural.
Dinamakan demikian karena ia disebabkan oleh perubahan struktur
kegiatan ekonomi. Pengangguran Teknologi Pengangguran dapat pula
ditimbulakn oleh adanya penggantian tenaga manusia oleh mesin – mesin
dan bahan kimia. Racun ladang dan rumput, misalnya, telah mengurangi
penggunaan tebaga kerja untuk membersihkan perkebunan, sawah dan lahan
pertanian lain. Begitu juga mesin telah mengurangi kebutuhan tenaga
kerja untuk membuat lubang, memotong rumput, membersikan kawasan, dan
memungut hasil. Sedangkan di pabrik – pabrik, ada kalanya robot telah
menggantikan kerja – kerja manusia. Pengganguran yang ditimbulkan oleh
penggunaan mesin dan kemajuan teknologi lainnya dinamakan pengganguran teknologi.
JENIS – JENIS PENGANGGURAN BERDASARKAN CIRINYA.
Berdasarkan kepada ciri pengangguran yang berlaku, pengangguran dapat pula digolongkan sebagai berikut :i. Pengangguran terbuka.
ii. Pengangguran tersembunyi.
iii. Pengangguran bermusim.
iv. Pengangguran menganggur.
Pengangguran Terbuka Pengangguran ini
tercipta sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih rendah
dari pertambahan tenaga kerja. Sebagai akibatnya dalam perekonomian
semakin banyak jumlah tenaga kerja yang tidak dapat memperleh pekerjaan.
Efek dari keaadaan ini di dalam suatu jangka masa yang cukup panjang
mereka tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Jadi mereka menganggur secara
nyata dan sepenuh waktu, dan oleh karenanya dinamakan pengangguran terbuka.
Pengangguran Tersembunyi Di banyak negara
berkembang, seringkali didapati bahwa jumlah pekerja dalam suatu
kegiatan ekonomi adalah lebih banyak dari yang sebenarnya diperlukan
supaya ia dapat menjalankan kegiatannya dengan efisien. Kelebihan tenaga
kerja yang digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi.
Contoh –contohnya ialah, pelayan restoran yang lebih banyak dari yang
diperlukan dan kluarga petani dengan anggota kluarga yang besar yang
mengerjakan luas tanah yang sangat kecil. Pengangguran Bermusim
Pengangguran ini terutama terdapat di sektor pertanian dan perikanan.
Pada musim hujan penyadap karet dan nelayan tidak dapat melakukan
pekerjaan mereka dan terpaksa menganggur. Pada musim kemarau pula para
pesawah tidak dapat mengerjakan tanahnya. Di samping itu, pada umumnya
para pesawah tidak begitu aktif di antara waktu sesudah menanam dan
sudah menuai. Apabila dalam masa di atas penyadap karet, nelayan dan
pesawah tidak melakukan pekerjaan lain maka mereka terpaksa menganggur.
Pengnggur seperti ini digolongkan sebagai pengangguran bermusim.
Setengah Menganggur Di negara – negara berkembang penghijrahan atau
migrasi dari desa ke kota adalah sangat pesat. Sebagai akibatnyatidak
semua orang yang pindah ke kota dapat memperoleh pekerjaan dengan mudah.
Sebagiannya menjadi penganggur sepenuh waktu. Di samping itu ada pula
yang tidak menganggur, tetapi tidak pula bekerja sepenuh waktu, dan jam
kerja mereka adalah jauh lebihrendah dari yang normal. Mereka mungkin
hnya bekerja satu hingga dua hari seminggu, atau satu hingga empat jam
sehari. Pekerja – pekerja yang mempunyai masa kerja seperti yang
dijelaskan ini digolongkan sebagai setengah menganggur atau dalam bahasa Inggris : underemployed. Dan jenis penganggurannya dinamakan underemplayment.
produksi
(product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya
distribusi).[rujukan?] Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran
negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab
Pengangguran • Pengertian Pengangguran • Pengangguran adalah orang yang
masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari
pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari
kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolan smp, sma,
mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal
tidak/belum membutuhkan pekerjaan. B. Rumus Menghitung Tingkat
Pengangguran Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa
didapat dar prosentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah
angkaran kerja. Tingkat Pengangguran = Jml Yang Nganggur / Jml Angkatan
Kerja x 100% C. Jenis & Macam Pengangguran 1. Pengangguran
Friksional / Frictional Unemployment Pengangguran friksional adalah
pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala
waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan
pembuka lamaran pekerjaan. 2. Pengangguran Struktural / Structural
Unemployment Pengangguran struktural adalah keadaan di mana penganggur
yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang
ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu
daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang
memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya. 3. Pengangguran
Musiman / Seasonal Unemployment Pengangguran musiman adalah keadaan
menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang
menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang
menanti musim tanam, tukan jualan duren yang menanti musim durian. 4.
Pengangguran Siklikal Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang
menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan
tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja. Pengangguran juga
dapat dibedakan atas pengangguran sukarela (voluntary unemployment) dan
dukalara (involuntary unemployment). Pengangguran suka rela adalah
pengangguran yang menganggur untuk sementara waktu karna ingin mencari
pekerjaan lain yang lebih baik. Sedangkan pengangguran duka lara adalah
pengengguran yang menganggur karena sudah berusaha mencari pekerjaan
namun belum berhasil mendapatkan kerja.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Pembangunan
ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan
perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan
disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu
negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Pembangunan
ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth);
pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya,
pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang
dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas
produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan
pendapatan nasional[1]. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan
ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya
pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya
lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar
pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan
pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan
produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur
produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti
dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik. Faktor Sumber daya alam
yang dimiliki mempengaruhi pembangunan ekonomi. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya
faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor
ekonomi dan faktor nonekonomi. Faktor ekonomi yang mempengaruhi
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam,
sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau
kewirausahaan. Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam
seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan
hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara,
terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu,
keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari
alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga
sebagai proses produksi). Sumber daya manusia juga menentukan
keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk.
Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan
hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa
besar produktivitas yang ada. Sementara itu, sumber daya modal
dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan
modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan.
Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi
perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang
modal juga dapat meningkatkan produktivitas. Faktor nonekonomi mencakup
kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik,
kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku. Hubungan inflasi,
pengangguran dan pertumbuhan ekonomi Ada suatu hubungan terbalik antara
tingkat inflasi dan tingkat pengangguran dalam suatu perekonomian.
Semakin banyak pengusaha memperluas kesempatan kerja semakin dia harus
membayar dengan faktor tertentu produksi dan pembayaran lebih banyak
faktor produksi peningkatan biaya produksi unit akan diamati dan dalam
rangka mempertahankan profitabilitas produk pengusaha akan mengembang
harga produk tersebut.. Sebuah proses serupa akan diamati di seluruh
perekonomian ketika pemerintah bermaksud untuk menciptakan pekerjaan.
Harga produk atau jasa, di mana tenaga kerja terinstal, akan meningkat
sehingga kenaikan tingkat inflasi akan terlihat melalui ekonomi luar.
Dapat disimpulkan dari penjelasan tersebut di atas bahwa ketika
pemerintah berniat untuk menurunkan menurunkan tingkat pengangguran yang
harus menanggung kenaikan tingkat inflasi dalam perekonomian nasional.
yang berbeda antara inflasi dan pengangguran…. jumlah orang yang
menganggur adalah jumlah orang di negara yang tidak memiliki pekerjaan
dan yang tersedia untuk bekerja pada tingkat upah pasar saat ini. Ini
dengan mudah dapat diubah menjadi persentase dengan mengaitkan jumlah
pengangguran, dengan jumlah orang dalam angkatan kerja. Inflasi adalah
kenaikan harga secara umum selama 12 bulan. Ini diukur dengan mengambil
rata-rata tertimbang semua produk konsumen (tertimbang pada frquency
pembelian) dan menganalisis tren harga keseluruhan. Hal ini sering
disebut Indeks Harga Konsumen (CPI) atau Harmonised Indeks Harga
Konsumen (HICP). Hal ini
menunjukkan berapa banyak, sebagai persentase, tingkat harga umum dari
semua barang-barang konsumsi telah berubah sepanjang tahun. Kedua telah
dianalisis bersama-sama dengan kurva Phillips yang menunjukkan tingkat
inflasi diplot terhadap tingkat pengangguran.
KASUS
- Diduga ada hubungan positif dan signifikan antara Jumlah Penduduk terhadap Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Semakin tinggi jumlah penduduk semakin tinggi tingkat konsumsi dan semakin tinggi pemekaran industri yang dapat mempengaruhi nilai jumlah PDRB.
- Diduga ada hubungan positif dan signifikan antara Penanaman Modal Asing terhadap Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Semakin tinggi tingkat penanaman modal asing semakin tinggi tingkat pemekaran industri dan produksi yang dapat mempengaruhi nilai jumlah PDRB.
- Diduga ada hubungan positif dan signifikan antara Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Diduga ada hubungan positif dan signifikan antara Laju Inflasi terhadap Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tingkat inflasi yang mempengaruhi tingkat harga, semakin tinggi tingkat inflasi semakin tinggi tingkat harga dan sebaliknya yang dapat mempengaruhi nilai jumlah PDRB.
- Diduga ada hubungan signifikan secara bersama-sama antara Jumlah Penduduk, Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Laju Inflasi terhadap Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kestabilan perekonomian daerah dapat
dipengaruhi oleh inflasi. Inflasi adalah kenaikan harga terus menerus
yang terjadi dalam propinsi D.I Yogyakarta dalam kurun waktu 1985-2005.
Tingkat inflasi di D.I Yogyakarta masih dibawah inflasi nasional, ini
menunjukan tingkat harga di Propinsi D.I Yogyakarta masih dapat ditekan
perubahannya. Kondisi perekonomian yang berangsur-angsur membaik juga
berdampak pada tingkat inflasi. Pada tahun 2005 angka inflasi di D.I
Yogyakarta jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu 14,98 % dimana
angka inflasi sebelumnya 6,95 %. Besarnya angka inflasi berpengaruh oleh
perubahan harga menurut kelompok barang secara umum, naiknya harga
masing-masing kelompok barang pada tahun 2005 jauh labih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk kenaikan indeks harga kelompok dan
kelompok transportasi dan komunikasi sebesar (13,21 %), sedangkan
pendidikan dan rekreasi sebesar (14,72 %) merupakan penyumbang terbesar
angka inflasi tahun 2005. Sedangkan rendahnya perubahan indeks harga
kelompok bahan makanan (2,54 %) menjadikan angka inflasi dapat sedikit
ditekan. Dengan Produk Domestik Regional Bruto bisa diketahui tingkat
keberhasilan pembangunan daerah yang telah dilaksanankan sekaligus
berguna untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang juga
dapat dipergunakan untuk menilai kemampuan daerah dalam mengelola Sumber
Daya Alam sesuai dengan prioritas dan potensi yang ada didaerah. Ledakan Pengangguran
Akibat krisis finansial yang memporak-porandakan perkonomian nasional,
banyak para pengusaha yang bangkrut karena dililit hutang bank atau
hutang ke rekan bisnis. Begitu banyak pekerja atau buruh pabrik yang
terpaksa di-PHK oleh perusahaan di mana tempat ia bekerja dalam rangka
pengurangan besarnya cost yang dipakai untuk membayar gaji para
pekerjanya. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu terjadinya ledakan
pengangguran yakni pelonjakan angka pengangguran dalam waktu yang
relatif singkat. Awal ledakan pengangguran sebenarnya bisa diketahui
sejak sekitar tahun 1997 akhir atau 1998 awal. Ketika terjadi krisis
moneter yang hebat melanda Asia khususnya Asia Tenggara mendorong
terciptanya likuiditas ketat sebagai reaksi terhadap gejolak moneter. Di
Indonesia, kebijakan likuidasi atas 16 bank akhir November 1997 saja
sudah bisa membuat sekitar 8000 karyawannya menganggur. Dan dalam selang
waktu yang tidak relatif lama, 7.196 pekerja dari 10 perusahaan sudah
di PHK dari pabrik-pabrik mereka di Jawa Barat, Jakarta, Yogyakarta, dan
Sumatera Selatan berdasarkan data pada akhir Desember 1997. Ledakan
pengangguranpun berlanjut di tahun 1998, di mana sekitar 1,4 juta
pengangguran terbuka baru akan terjadi. Dengan perekonomian yang hanya
tumbuh sekitar 3,5 sampai 4%, maka tenaga kerja yang bisa diserap
sekitar 1,3 juta orang dari tambahan angkatan kerja sekitar 2,7 juta
orang. Sisanya menjadi tambahan pengangguran terbuka tadi. Total
pengangguran jadinya akan melampaui 10 juta orang. Berdasarkan
pengalaman, jika kita mengacu pada data-data pada tahun 1996 maka
pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5 sampai 4% belumlah memadai, seharusnya
pertumbuhan ekonomi yang ideal bagi negara berkembang macam Indonesia
adalah di atas 6%. Berdasarkan data sepanjang di tahun 1996,
perekonomian hanya mampu menyerap 85,7 juta orang dari jumlah angkatan
kerja 90,1 juta orang. Tahun 1996 perekonomian mampu menyerap jumlah
tenaga kerja dalam jumlah relatif besar karena ekonomi nasional tumbuh
hingga 7,98 persen. Tahun 1997 dan 1998, pertumbuhan ekonomi dapat
dipastikan tidak secerah tahun 1996. Pada tahun 1998 krisis ekonomi
bertambah parah karena banyak wilayah Indonesia yang diterpa musim
kering, inflasi yang terjadi di banyak daerah, krisis moneter di dalam
negeri maupun di negara-negara mitra dagang seperti sesama ASEAN, Korsel
dan Jepang akan sangat berpengaruh. Jika kita masih berpatokan dengan
asumsi keadaan di atas, maka ledakan pengangguran diperkirakan akan
berlangsung terus sepanjang tahun-tahun ke depan. Memang ketika kita
menginjak tahun 2000, jumlah pengangguran di tahun 2000 ini sudah
menurun dibanding tahun 1999. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi tahun
2000 yang meningkat menjadi 4,8 persen. Pengangguran tahun 1999 yang
semula 6,01 juga turun menjadi 5,87 juta orang. Sedang setengah
pengangguran atau pengangguran terselubung juga menurun dari 31,7 juta
menjadi 30,1 juta orang pada tahun 2000. Jumlah pengangguran saat ini
mencapat sekitar 35,97 juta orang, namun pemerintah masih memfokuskan
penanggulangan pengangguran ini pada 16,48 juta orang. Jumlah
pengangguran saat ini yaitu pada tahu 2001 mencapai 35,97 juta orang
yang diperkirakan bisa bertambah bila pemulihan ekonomi tidak segera
berjalan dengan baik. Karena hal inilah maka pemerintah perlu berusaha
semaksimal mungkin untuk mencari investor asing guna menanamkan modalnya
di sini sehingga lapangan pekerjaan baru dapat tercipta untuk dapat
menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan maka
pada saat ini perekonomian negara kita memerlukan pertumbuhan ekonomi
minimal 6 persen, meski idealnya diatas 6 persen, sehingga bisa
menampung paling tidak 2,4 juta angkatan kerja baru. Sebab dari satu
persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap sektiar 400 ribu angkatan
kerja. Ini juga ditambah dengan peluang kerja di luar negeri yang
rata-rata bisa menampung 500 ribu angkatan kerja setiap tahunnya. Untuk
memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat maka mau tidak mau negara kita
terpaksa harus menarik investasi asing karena sangatlah sulit untuk
mengharapkan banyak dari investasi dalam negeri mengingat justru di
dalam negeri para pengusaha besar banyak yang berhutang ke luar negeri.
Hal ini bertambah parah karena hutang para pengusaha (sektor swasta) dan
pemerintah dalam bentuk dolar. Sementara pada saat ini nilai tukar
rupiah begitu rendah (undervalue) terhadap dolar. Namun menarik para
investor asingpun bukan merupakan pekerjaan yang mudah jika kita berkaca
pada situasi dan kondisi sekarang ini. Suhu politik yang semakin
memanas, kerawanan sosial, teror bom, faktor desintegrasi bangsa, dan
berbagai masalah lainnya akan membuat para investor asing enggan untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Karena itulah maka situasi dan kondisi
yang kondusif haruslah diupayakan dan dipertahankan guna menarik
investor asing masuk kemari dan menjaga agar para investor asing yang
sudah menanamkan modalnya asing tidak lagi menarik modalnya ke luar yang
nantinya akan berakibat capital outflow. Masalah Pengangguran dan Krisis Sosial
Jika masalah pengangguran yang demikian pelik dibiarkan berlarut-larut
maka sangat besar kemungkinannya untuk mendorong suatu krisis sosial.
Suatu krisis sosial ditandai dengan meningkatnya angka kriminalitas,
tingginya angka kenakalan remaja, melonjaknya jumlah anak jalanan atau
preman, dan besarnya kemungkinan untuk terjadi berbagai kekerasan sosial
yang senantiasa menghantui masyarakat kita. Bagi banyak orang,
mendapatkan sebuah pekerjaan seperti mendapatkan harga diri. Kehilangan
pekerjaan bisa dianggap kehilangan harga diri. Walaupun bukan pilihan
semua orang, di zaman serba susah begini pengangguran dapat dianggap
sebagai nasib. Seseorang bisa saja diputus hubungan kerja karena
perusahaannya bangkrut. Padahal di masyarakat, jutaan penganggur juga
antri menanti tenaganya dimanfaatkan. Besarnya jumlah pengangguran di
Indonesia lambat-laun akan menimbulkan banyak masalah sosial yang
nantinya akan menjadi suatu krisis sosial, karena banyak orang yang
frustasi menghadapi nasibnya. Pengangguran yang terjadi tidak saja
menimpa para pencari kerja yang baru lulus sekolah, melainkan juga
menimpa orangtua yang kehilangan pekerjaan karena kantor dan pabriknya
tutup. Indikator masalah sosial bisa dilihat dari begitu banyaknya
anak-anak yang mulai turun ke jalan. Mereka menjadi pengamen, pedagang
asongan maupun pelaku tindak kriminalitas. Mereka adalah generasi yang
kehilangan kesempatan memperoleh pendidikan maupun pembinaan yang baik.
Salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya angka pengangguran di
negara kita adalah terlampau banyak tenaga kerja yang diarahkan ke
sektor formal sehingga ketika mereka kehilangan pekerjaan di sektor
formal, mereka kelabakan dan tidak bisa berusaha untuk menciptakan
pekerjaan sendiri di sektor informal. Justru orang-orang yang kurang
berpendidikan bisa melakukan inovasi menciptakan kerja, entah sebagai
joki yang menumpang di mobil atau joki payung kalau hujan. Juga para
pedagang kaki lima dan tukang becak, bahkan orang demo saja dibayar.
Yang menjadi kekhawatiran adalah jika banyak para penganggur yang
mencari jalan keluar dengan mencari nafkah yang tidak halal. Banyak dari
mereka yang menjadi pencopet, penjaja seks, pencuri, preman, penjual
narkoba, dan sebagainya. Bahkan tidak sedikit mereka yang dibayar untuk
berbuat rusuh atau anarkis demi kepentingan politik salah satu kelompok
tertentu yang masih erat hubungannya dengan para pentolan Orba. Ada juga
yang menyertakan diri menjadi anggota laskar jihad yang dikirim ke
Ambon dengan dalih membela agama. Padahal di sana mereka cuma jadi
perusuh yang doyan menjarah, memperkosa, dan membunuh orang-orang Maluku
yang tidak berdosa. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh pemerintah
jika krisis sosial tidak ingin berlanjut terus.
Masalah Pengangguran dan Inflasi
Setelah dalam sepuluh tahun terakhir laju
inflasi nasional mampu dipertahankan di bawah angka sepuluh persen,
namun pada tahun 1997 laju inflasi akhirnya menembus angka dua digit,
yaitu 11,05 persen. Laju inflasi tahun 1997 itu jauh lebih tinggi jika
dibandingkan inflasi 1996 yang 6,47 persen. Hal itu terjadi, di samping
karena kemarau panjang, antara lain juga akibat krisis moneter yang
akhirnya melebar jadi krisis ekonomi. Inflasi bulan Desember 1997 saja
tercatat 2,04 persen. Dengan angka inflasi 11,05 persen, sekaligus
menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki angka inflasi
tertinggi di ASEAN, setidaknya dalam tiga tahun terakhir ini. Tingginya
angka inflasi karena tidak seimbangnya antara permintaan dan penawaran
barang dan jasa. Ini membuktikan tingginya laju inflasi di negara kita
lebih banyak dipengaruhi sektor riil, bukan sektor moneter. Jika kita
mengambil kesimpulan mengenai masalah inflasi di Indonesia bahwa
ternyata laju inflasi tidak semata ditentukan faktor moneter, tapi juga
faktor fisik. Ada empat faktor yang menentukan tingkat inflasi. Pertama,
uang yang beredar baik uang tunai maupun giro. Kedua, perbandingan
antara sektor moneter dan fisik barang yang tersedia. Ketiga, tingkat
suku bunga bank juga ikut mempengaruhi laju inflasi. Suku bunga di
Indonesia termasuk lebih tinggi dibandingkan negara di kawasan Asia.
Keempat, tingkat inflasi ditentukan faktor fisik prasarana. Melonjaknya
inflasipun karena dipicu oleh kebijakan pemerintah yang menarik subisidi
sehingga harga listrik dan BBM meningkat. Kenaikan BBM ini telah
menggenjot tingkat inflasi bulan Juni 2001 menjadi 1,67 persen. Dampak
ini masih terasa sampai bulan Juli 2001 yang akan memberikan sumbangan
inflasi antara 0,3-1 persen. Efek domino yang ditimbulkan pun masih
menjadi pemicu kenaikan harga lainnya. Diperkirakan inflasi tahun ini
tembus dua digit. Kebijakan kenaikan harga BBM per 15 Juni 2001, menjadi
pemicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Kenaikan BBM
tersebut cukup memberatkan masyarakat lapisan bawah karena dapat
menimbulkan multiplier effect, mendorong kenaikan harga jenis barang
lainnya yang dalam proses produksi maupun distribusinya menggunakan BBM.
Tingginya angka inflasi selanjutnya akan menurunkan daya beli
masyarakat. Untuk bisa bertahan pada tingkat daya beli seperti
sebelumnya, para pekerja harus mendapatkan gaji paling tidak sebesar
tingkat inflasi. Kalau tidak, rakyat tidak lagi mampu membeli
barang-barang yang diproduksi. Jika barang-barang yang diproduksi tidak
ada yang membeli maka akan banyak perusahaan yang berkurang
keuntungannya. Jika keuntungan perusahaan berkurang maka perusahaan akan
berusaha untuk mereduksi cost sebagai konsekuensi atas berkurangnya
keuntungan perusahaan. Hal inilah yang akan mendorong perusahaan untuk
mengurangi jumlah pekerja/buruhnya dengan mem-PHK para buruh. Salah satu
dari jalan keluar dari krisis ini adalah menstabilkan rupiah.
Membaiknya nilai tukar rupiah tidak hanya tergantung kepada money suplly
dari IMF, tetapi juga investor asing (global investment society)
mengalirkan modalnya masuk ke Indonesia (capital inflow). Karena hal
inilah maka pengendalian laju inflasi adalah penting dalam rangka
mengendalikan angka pengangguran. Berdasarkan uraian diatas penulis
mengambil judul Pengaruh Jumlah Penduduk, Laju Inflasi, Investasi PMDN
dan Investasi PMA Terhadap Produk Domestik Bruto Propinsi D.I Yogyakarta
Tahun 1985-2005. Alasan penulisan judul ini adalah Salah satu indikator
yang dapat digunakan untuk mengukur hasil pembangunan ekonomi daerah
adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Bertambahnya jumlah
penduduk, semakin bertambah permintaan suatu barang sehingga terjadi
pemekaran industri yang dapat mempengaruhi jumlah PDRB. Tingkat inflasi
D.I Yogyakarta yang berfluktuatif mempengaruhi tingkat harga yang dapat
mempengaruhi jumlah nilai dari PDRB D.I Yogyakarta. Perkembangan
perekonomian daerah, tidak lepas dari peranan investasi yang ditanamkan,
dengan adanya penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing
diharapkan dapat mendongkrak perekonomian D.I Yogyakarta. PMDN adalah
proyek-proyek investasi domestik yang direalisasikan oleh propinsi DIY
dan juga PMA adalah proyek-proyek investasi asing yang direalisasikan
propinsi DIY dalam kurun waktu 1985-2005. Dengan banyaknya investasi
yang ditanamkan di berbagai sektor ekonomi maka akan meningkatkan
produksi. Meningkatnya produksi menyebabkan pemekaran industri yang
dapat memepengaruhi nilai jumlah dari PDRB D.I Yogyakarta.
Pengangguran dan Pengertiannya
Dalam indikator ekonomi makro ada tiga
hal terutama yang menjadi pokok permasalahan ekonomi makro. Pertama
adalah masalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat
dikategorikan baik jika angka pertumbuhan positif dan bukannya negatif.
Kedua adalah masalah inflasi. Inflasi adalah indikator pergerakan
harga-harga barang dan jasa secara umum, yang secara bersamaan juga
berkaitan dengan kemampuan daya beli. Inflasi mencerminkan stabilitas
harga, semakin rendah nilai suatu inflasi berarti semakin besar adanya
kecenderungan ke arah stabilitas harga. Namun masalah inflasi tidak
hanya berkaitan dengan melonjaknya harga suatu barang dan jasa. Inflasi
juga sangat berkaitan dengan purchasing power atau daya beli dari
masyaraka. Sedangkan daya beli masyarakat sangat bergantung kepada upah
riil. Inflasi sebenarnya tidak terlalu bermasalah jika kenaikan harga
dibarengi dengan kenaikan upah riil. Masalah ketiga adalah pengangguran.
Memang masalah pengangguran telah menjadi momok yang begitu menakutkan
khususnya di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Negara
berkembang seringkali dihadapkan dengan besarnya angka pengangguran
karena sempitnya lapangan pekerjaan dan besarnya jumlah penduduk.
Sempitnya lapangan pekerjaan dikarenakan karena faktor kelangkaan modal
untuk berinvestasi. Masalah pengangguran itu sendiri tidak hanya terjadi
di negara-negara berkembang namun juga dialami oleh negara-negara maju.
Namun masalah pengangguran di negara-negara maju jauh lebih mudah
terselesaikan daripada di negara-negara berkembang karena hanya
berkaitan dengan pasang surutnya business cycle dan bukannya karena
faktor kelangkaan investasi, masalah ledakan penduduk, ataupun masalah
sosial politik di negara tersebut. Melalui artikel inilah saya mencoba
untuk mengangkat masalah pengangguran dengan segala dampaknya di
Indonesia yang menurut pengamatan saya sudah semakin memprihatinkan
terutama ketika negara kita terkena imbas dari krisis ekonomi sejak
tahun 1997 . Apa itu pengangguran?
Pengangguran adalah suatu kondisi di mana orang tidak dapat bekerja, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan.
Ada berbagai macam tipe pengangguran,
misalnya pengangguran teknologis, pengangguran friksional dan
pengangguran struktural. Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan
penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan berbagai
permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor utama
rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang menjadi
manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di
negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya,
termasuk sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan negara-negara
maju, pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh negara-negara
berkembang relatif lebih rendah daripada yang dilakukan di negara-negara
maju karena buruknya efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber
daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dua penyebab
utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia adalah karena
tingkat pengangguran penuh dan tingkat pengangguran terselubung yang
terlalu tinggi dan terus melonjak. Pengangguran penuh atau terbuka yakni
terdiri dari orang-orang yang sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan
tetapi tidak mendapatkan lapangan pekerjaan sama sekali. Berdasarkan
data dari Depnaker pada tahun 1997 jumlah pengangguran terbuka saja
sudah mencapai sekitar 10% dari sekitar 90 juta angkatan kerja yang ada
di Indonesia, dan jumlah inipun belum mencakup pengangguran terselubung.
Jika persentase pengangguran total dengan melibatkan jumlah
pengangguran terselubung dan terbuka hendak dilihat angkanya, maka
angkanya sudah mencapai 40% dari 90 juta angkatan kerja yang berarti
jumlah penganggur mencapai sekitar 36 juta orang. Adapun pengangguran
terselubung adalah orang-orang yang menganggur karena bekerja di bawah
kapasitas optimalnya. Para penganggur terselubung ini adalah orang-orang
yang bekerja di bawah 35 jam dalam satu minggunya. Jika kita berasumsi
bahwa krisis ekonomi hingga saat ini belum juga bisa terselesaikan maka
angka-angka tadi dipastikan akan lebih melonjak.
Ledakan Pengangguran
Akibat krisis finansial yang
memporak-porandakan perkonomian nasional, banyak para pengusaha yang
bangkrut karena dililit hutang bank atau hutang ke rekan bisnis. Begitu
banyak pekerja atau buruh pabrik yang terpaksa di-PHK oleh perusahaan di
mana tempat ia bekerja dalam rangka pengurangan besarnya cost yang
dipakai untuk membayar gaji para pekerjanya. Hal inilah yang menjadi
salah satu pemicu terjadinya ledakan pengangguran yakni pelonjakan angka
pengangguran dalam waktu yang relatif singkat. Awal ledakan
pengangguran sebenarnya bisa diketahui sejak sekitar tahun 1997 akhir
atau 1998 awal. Ketika terjadi krisis moneter yang hebat melanda Asia
khususnya Asia Tenggara mendorong terciptanya likuiditas ketat sebagai
reaksi terhadap gejolak moneter. Di Indonesia, kebijakan likuidasi atas
16 bank akhir November 1997 saja sudah bisa membuat sekitar 8000
karyawannya menganggur. Dan dalam selang waktu yang tidak relatif lama,
7.196 pekerja dari 10 perusahaan sudah di PHK dari pabrik-pabrik mereka
di Jawa Barat, Jakarta, Yogyakarta, dan Sumatera Selatan berdasarkan
data pada akhir Desember 1997. Ledakan pengangguranpun berlanjut di
tahun 1998, di mana sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru akan
terjadi. Dengan perekonomian yang hanya tumbuh sekitar 3,5 sampai 4%,
maka tenaga kerja yang bisa diserap sekitar 1,3 juta orang dari tambahan
angkatan kerja sekitar 2,7 juta orang. Sisanya menjadi tambahan
pengangguran terbuka tadi. Total pengangguran jadinya akan melampaui 10
juta orang. Berdasarkan pengalaman, jika kita mengacu pada data-data
pada tahun 1996 maka pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5 sampai 4% belumlah
memadai, seharusnya pertumbuhan ekonomi yang ideal bagi negara
berkembang macam Indonesia adalah di atas 6%. Berdasarkan data sepanjang
di tahun 1996, perekonomian hanya mampu menyerap 85,7 juta orang dari
jumlah angkatan kerja 90,1 juta orang. Tahun 1996 perekonomian mampu
menyerap jumlah tenaga kerja dalam jumlah relatif besar karena ekonomi
nasional tumbuh hingga 7,98 persen. Tahun 1997 dan 1998, pertumbuhan
ekonomi dapat dipastikan tidak secerah tahun 1996. Pada tahun 1998
krisis ekonomi bertambah parah karena banyak wilayah Indonesia yang
diterpa musim kering, inflasi yang terjadi di banyak daerah, krisis
moneter di dalam negeri maupun di negara-negara mitra dagang seperti
sesama ASEAN, Korsel dan Jepang akan sangat berpengaruh. Jika kita masih
berpatokan dengan asumsi keadaan di atas, maka ledakan pengangguran
diperkirakan akan berlangsung terus sepanjang tahun-tahun ke depan.
Memang ketika kita menginjak tahun 2000, jumlah pengangguran di tahun
2000 ini sudah menurun dibanding tahun 1999. Seiring dengan pertumbuhan
ekonomi tahun 2000 yang meningkat menjadi 4,8 persen. Pengangguran tahun
1999 yang semula 6,01 juga turun menjadi 5,87 juta orang. Sedang
setengah pengangguran atau pengangguran terselubung juga menurun dari
31,7 juta menjadi 30,1 juta orang pada tahun 2000. Jumlah pengangguran
saat ini mencapat sekitar 35,97 juta orang, namun pemerintah masih
memfokuskan penanggulangan pengangguran ini pada 16,48 juta orang.
Jumlah pengangguran saat ini yaitu pada tahu 2001 mencapai 35,97 juta
orang yang diperkirakan bisa bertambah bila pemulihan ekonomi tidak
segera berjalan dengan baik. Karena hal inilah maka pemerintah perlu
berusaha semaksimal mungkin untuk mencari investor asing guna menanamkan
modalnya di sini sehingga lapangan pekerjaan baru dapat tercipta untuk
dapat menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan
maka pada saat ini perekonomian negara kita memerlukan pertumbuhan
ekonomi minimal 6 persen, meski idealnya diatas 6 persen, sehingga bisa
menampung paling tidak 2,4 juta angkatan kerja baru. Sebab dari satu
persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap sektiar 400 ribu angkatan
kerja. Ini juga ditambah dengan peluang kerja di luar negeri yang
rata-rata bisa menampung 500 ribu angkatan kerja setiap tahunnya. Untuk
memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat maka mau tidak mau negara kita
terpaksa harus menarik investasi asing karena sangatlah sulit untuk
mengharapkan banyak dari investasi dalam negeri mengingat justru di
dalam negeri para pengusaha besar banyak yang berhutang ke luar negeri.
Hal ini bertambah parah karena hutang para pengusaha (sektor swasta) dan
pemerintah dalam bentuk dolar. Sementara pada saat ini nilai tukar
rupiah begitu rendah (undervalue) terhadap dolar. Namun menarik para
investor asingpun bukan merupakan pekerjaan yang mudah jika kita berkaca
pada situasi dan kondisi sekarang ini. Suhu politik yang semakin
memanas, kerawanan sosial, teror bom, faktor desintegrasi bangsa, dan
berbagai masalah lainnya akan membuat para investor asing enggan untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Karena itulah maka situasi dan kondisi
yang kondusif haruslah diupayakan dan dipertahankan guna menarik
investor asing masuk kemari dan menjaga agar para investor asing yang
sudah menanamkan modalnya asing tidak lagi menarik modalnya ke luar yang
nantinya akan berakibat capital outflow.
Masalah Pengangguran dan Krisis Sosial
Jika masalah pengangguran yang demikian
pelik dibiarkan berlarut-larut maka sangat besar kemungkinannya untuk
mendorong suatu krisis sosial. Suatu krisis sosial ditandai dengan
meningkatnya angka kriminalitas, tingginya angka kenakalan remaja,
melonjaknya jumlah anak jalanan atau preman, dan besarnya kemungkinan
untuk terjadi berbagai kekerasan sosial yang senantiasa menghantui
masyarakat kita. Bagi banyak orang, mendapatkan sebuah pekerjaan seperti
mendapatkan harga diri. Kehilangan pekerjaan bisa dianggap kehilangan
harga diri. Walaupun bukan pilihan semua orang, di zaman serba susah
begini pengangguran dapat dianggap sebagai nasib. Seseorang bisa saja
diputus hubungan kerja karena perusahaannya bangkrut. Padahal di
masyarakat, jutaan penganggur juga antri menanti tenaganya dimanfaatkan.
Besarnya jumlah pengangguran di Indonesia lambat-laun akan menimbulkan
banyak masalah sosial yang nantinya akan menjadi suatu krisis sosial,
karena banyak orang yang frustasi menghadapi nasibnya. Pengangguran yang
terjadi tidak saja menimpa para pencari kerja yang baru lulus sekolah,
melainkan juga menimpa orangtua yang kehilangan pekerjaan karena kantor
dan pabriknya tutup. Indikator masalah sosial bisa dilihat dari begitu
banyaknya anak-anak yang mulai turun ke jalan. Mereka menjadi pengamen,
pedagang asongan maupun pelaku tindak kriminalitas. Mereka adalah
generasi yang kehilangan kesempatan memperoleh pendidikan maupun
pembinaan yang baik. Salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya
angka pengangguran di negara kita adalah terlampau banyak tenaga kerja
yang diarahkan ke sektor formal sehingga ketika mereka kehilangan
pekerjaan di sektor formal, mereka kelabakan dan tidak bisa berusaha
untuk menciptakan pekerjaan sendiri di sektor informal. Justru
orang-orang yang kurang berpendidikan bisa melakukan inovasi menciptakan
kerja, entah sebagai joki yang menumpang di mobil atau joki payung
kalau hujan. Juga para pedagang kaki lima dan tukang becak, bahkan orang
demo saja dibayar. Yang menjadi kekhawatiran adalah jika banyak para
penganggur yang mencari jalan keluar dengan mencari nafkah yang tidak
halal. Banyak dari mereka yang menjadi pencopet, penjaja seks, pencuri,
preman, penjual narkoba, dan sebagainya. Bahkan tidak sedikit mereka
yang dibayar untuk berbuat rusuh atau anarkis demi kepentingan politik
salah satu kelompok tertentu yang masih erat hubungannya dengan para
pentolan Orba. Ada juga yang menyertakan diri menjadi anggota laskar
jihad yang dikirim ke Ambon dengan dalih membela agama. Padahal di sana
mereka cuma jadi perusuh yang doyan menjarah, memperkosa, dan membunuh
orang-orang Maluku yang tidak berdosa. Hal inilah yang harus
diperhatikan oleh pemerintah jika krisis sosial tidak ingin berlanjut
terus.
Masalah Pengangguran dan Inflasi
Setelah dalam sepuluh tahun terakhir laju
inflasi nasional mampu dipertahankan di bawah angka sepuluh persen,
namun pada tahun 1997 laju inflasi akhirnya menembus angka dua digit,
yaitu 11,05 persen. Laju inflasi tahun 1997 itu jauh lebih tinggi jika
dibandingkan inflasi 1996 yang 6,47 persen. Hal itu terjadi, di samping
karena kemarau panjang, antara lain juga akibat krisis moneter yang
akhirnya melebar jadi krisis ekonomi. Inflasi bulan Desember 1997 saja
tercatat 2,04 persen. Dengan angka inflasi 11,05 persen, sekaligus
menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki angka inflasi
tertinggi di ASEAN, setidaknya dalam tiga tahun terakhir ini. Tingginya
angka inflasi karena tidak seimbangnya antara permintaan dan penawaran
barang dan jasa. Ini membuktikan tingginya laju inflasi di negara kita
lebih banyak dipengaruhi sektor riil, bukan sektor moneter. Jika kita
mengambil kesimpulan mengenai masalah inflasi di Indonesia bahwa
ternyata laju inflasi tidak semata ditentukan faktor moneter, tapi juga
faktor fisik. Ada empat faktor yang menentukan tingkat inflasi. Pertama,
uang yang beredar baik uang tunai maupun giro. Kedua, perbandingan
antara sektor moneter dan fisik barang yang tersedia. Ketiga, tingkat
suku bunga bank juga ikut mempengaruhi laju inflasi. Suku bunga di
Indonesia termasuk lebih tinggi dibandingkan negara di kawasan Asia.
Keempat, tingkat inflasi ditentukan faktor fisik prasarana. Melonjaknya
inflasipun karena dipicu oleh kebijakan pemerintah yang menarik subisidi
sehingga harga listrik dan BBM meningkat. Kenaikan BBM ini telah
menggenjot tingkat inflasi bulan Juni 2001 menjadi 1,67 persen. Dampak
ini masih terasa sampai bulan Juli 2001 yang akan memberikan sumbangan
inflasi antara 0,3-1 persen. Efek domino yang ditimbulkan pun masih
menjadi pemicu kenaikan harga lainnya. Diperkirakan inflasi tahun ini
tembus dua digit. Kebijakan kenaikan harga BBM per 15 Juni 2001, menjadi
pemicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Kenaikan BBM
tersebut cukup memberatkan masyarakat lapisan bawah karena dapat
menimbulkan multiplier effect, mendorong kenaikan harga jenis barang
lainnya yang dalam proses produksi maupun distribusinya menggunakan BBM.
Tingginya angka inflasi selanjutnya akan menurunkan daya beli
masyarakat. Untuk bisa bertahan pada tingkat daya beli seperti
sebelumnya, para pekerja harus mendapatkan gaji paling tidak sebesar
tingkat inflasi. Kalau tidak, rakyat tidak lagi mampu membeli
barang-barang yang diproduksi. Jika barang-barang yang diproduksi tidak
ada yang membeli maka akan banyak perusahaan yang berkurang
keuntungannya. Jika keuntungan perusahaan berkurang maka perusahaan akan
berusaha untuk mereduksi cost sebagai konsekuensi atas berkurangnya
keuntungan perusahaan. Hal inilah yang akan mendorong perusahaan untuk
mengurangi jumlah pekerja/buruhnya dengan mem-PHK para buruh. Salah satu
dari jalan keluar dari krisis ini adalah menstabilkan rupiah.
Membaiknya nilai tukar rupiah tidak hanya tergantung kepada money suplly
dari IMF, tetapi juga investor asing (global investment society)
mengalirkan modalnya masuk ke Indonesia (capital inflow). Karena hal
inilah maka pengendalian laju inflasi adalah penting dalam rangka
mengendalikan angka pengangguran. Perkembangan Laju Inflasi
Salah satu indikator makro ekonomi yang sangat penting adalah Laju
Inflasi. Laju Inflasi menunjukkan adanya tingkat kestabilan perekonomian
di suatu wilayah. Dengan mencermati tingkat inflasi yang terjadi
disuatu wilayah tertentu dari kurun waktu tertentu akan diketahui
tingkat perkembangan harga serta kestabilan ‘ perekonomian di wilayah
tersebut. Perkembangan tingkat inflasi lima tahun terakhir
berfluktuatif, dari tahun 2001-2003 sebesar 12 persen, sedangkan pada
tahun 2003 dan 2004 mengalami penurunan tingkat inflasi dan tahun 2005
terjadi kenaikan tingkat inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan
oleh kelangkaan barang konsumsi pada tahun itu yang mengakibatkan
kelangkaan barang yang diminta, kelangkaan tersebut mengakibatkan
kenaikan harga. Semakin langka barang yang diminta semakin mahal harga
barang tersebut. Dalam kurun waktu 1985-2005 besarnya pengaruh inflasi
dari masing-masing kelompok barang dan jasa dapat dilihat pada tabel 2.4
dibawah ini. Tabel 2.4. Laju Inflasi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1985-2005
( persen) Tahun | Laju Inflasi |
1985 | 5.76 |
1986 | 9.23 |
1987 | 10.37 |
1988 | 4.43 |
1989 | 5.21 |
1990 | 10.73 |
1991 | 4.43 |
1992 | 5.35 |
1993 | 10.01 |
1994 | 8.55 |
1995 | 9.64 |
1996 | 3.05 |
1997 | 12.72 |
1998 | 77.46 |
1999 | 2.51 |
2000 | 7.32 |
2001 | 12.56 |
2002 | 12.01 |
2003 | 5.73 |
2004 | 6.95 |
2005 | 14.98 |
1980 – 2002 Uraian | 1980 | 1985 | 1990 | 1995 | 2000 | 2002 |
Penduduk * | 148,0 | 164,6 | 179,4 | 194,8 | 206.630 | 211.100 |
Angkatan Kerja** | 52.421 | 63.826 | 77.803 | 86.361 | 95.651 | 100.800 |
Bekerja** | 51.553 | 62.458 | 75.851 | 80.110 | 89.538 | 91.600 |
Pengangguran** | 868 | 1.368 | 1.952 | 6.251 | 5.858 | 8.900 |
Tkt Pengangguran | 1,7% | 2,1% | 2,5% | 7,2% | 6,1% | 9,1% |
Pengangguran
di Indonesia menjadi masalah yang terus menerus membengkak. Sebelum
krisis ekonomi tahun 1997, tingkat pengangguran di Indonesia pada
umumnya di bawah 5 persen dan pada tahun 1997 sebesar 5,7 persen.
Tingkat pengangguran sebesar 5,7 persen masih merupakan pengangguran
alamiah. Tingkat pengangguran alamiah adalah suatu tingkat pengangguran yang alamiah dan tak mungkin dihilangkan.
Tingkat pengangguran alamiah ini sekitar 5 – 6 persen atau kurang.
Artinya jika tingkat pengangguran paling tinggi 5 persen itu berarti
bahwa perekonomian dalam kondisi penggunaan tenaga kerja penuh (full employment). Peningkatan angkatan kerja baru yang lebih besar diban-dingkan dengan lapangan kerja yang tersedia terus menunjukkan jurang (gap)
yang terus membesar. Kondisi tersebut semakin membesar setelah krisis
ekonomi. Dengan adanya krisis ekonomi tidak saja jurang antara
peningkatan angkatan kerja baru dengan penyediaan lapangan kerja yang
rendah terus makin dalam, tetapi juga terjadi pemutusan hubungan kerja
(PHK). Sehingga tingkat pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun
terus semakin tinggi seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar .2 Tingkat pengangguran di Indonesia tahun 1980 – 2005 (dalam %) Sumber : Diolah dari Statistik Indonesia
Dilihat dari struktur pendidikan, maka tingkat pendi-dikan pengangguran
yang paling besar adalah tidak tamat dan tamat Sekolah Dasar (SD) yang
mencapai 35 persen. Selanjutnya, pengangguran dengan tingkat pendidikan
Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMTP) mencapai 24 persen dan yang
berpen-didikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 12 persen serta
yang berpendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) sebanyak 23persen
Sedangkan pengangguran dengan tingkat pendidikan Diploma dan Sarjana
(S1) masing-masing 3 persen. Gambar .3 Struktur Pengangguran
Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun 2002 S1
3%Dip/Akademi 3%SMTP 24%SMK 12%SMU 23% Berdasarkan kondisi tingkat
pendidikan pengangguran terbuka tersebut, terlihat bahwa sebagian besar
(54 persen) pengangguran di Indonesia merupakan pengangguran dengan
tingkat pendidikan rendah yang tidak memiliki keahlian (unskill).
Sedangkan pengangguran dengan tingkat pendidikan universitas hanya 6
persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa, secara umum pengangguran di
Indonesia merupakan pengangguran yang mempunyai kualitas rendah.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting
dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan
analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu
negara atau suatu daerah. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan
apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan
demikian, pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas
perekonomian dapat menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan
masyarakat pada periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau
suatu wilayah yang terus menunjukkan peningkatan, maka itu menggambarkan
bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang dengan baik.
Perencanaan pembangunan ekonomi merupakan sarana utama kearah
tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan perencanaan
pembangunan ekonomi suatu negara dapat menentukan serangkaian sasaran
ekonomi secara kuantitatif dalam periode tertentu. Melalui perencanaan
pembangunan suatu negara dapat memobilisasi sumber daya yang terbatas
untuk memperoleh hasil yang optimal dengan lancar, progresif dan
seimbang Inflasi Februari 2011 sebesar 0,13 persen
Pada bulan Februari 2011 terjadi inflasi sebesar 0,13 persen. Dari 66
kota, tercatat 40 kota mengalami inflasi dan 26 kota mengalami deflasi.
Inflasi tertinggi terjadi di Singkawang (1,75 persen) dan terendah di
Sukabumi (0,01 persen). Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Sumenep
(0,80 persen) dan terendah di Denpasar (0,01 persen). Inflasi Februari
2011 lebih rendah dibanding inflasi Februari 2010 yang sebesar 0,30
persen. Inflasi tahun kalender 2011 sebesar 1,03 persen dan laju inflasi
Februari 2011 terhadap Februari 2010 (year‐on‐year) sebesar 6,84 persen. Jumlah penganggur terbuka Agustus 2010 sebanyak 8,32 juta orang (7,14 persen)
Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2010 mencapai 116,53
juta orang, bertambah 530 ribu orang dibanding keadaan Februari 2010
(116,00 juta orang) atau bertambah 2,7 juta orang dibanding keadaan
Agustus 2009 (113,83 juta orang). Jumlah penduduk yang bekerja pada
Agustus 2010 mencapai 108,21 juta orang, bertambah 800 ribu orang
dibandingkan keadaan Februari 2010 (107,41 juta orang) atau bertambah
3,3 juta orang jika dibandingkan keadaan Agustus 2009 (104,87 juta
orang). Jumlah penganggur pada Agustus 2010 sebanyak 8,32 juta orang
dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 7,14 persen. TPT
Agustus 2010 lebih rendah dibanding TPT Februari 2010 (7,41 persen) dan
TPT Agustus 2009 (7,87 persen). Pada bulan Februari 2011 terjadi inflasi
sebesar 0,13 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 126,46.
Dari 66 kota, tercatat 40 kota mengalami inflasi dan 26 kota mengalami
deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Singkawang 1,75 persen dengan IHK
130,14 dan terendah terjadi di Sukabumi 0,01 persen dengan IHK 125,28.
Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Sumenep 0,80 persen dengan IHK
122,05 dan terendah terjadi di Denpasar 0,01 persen dengan IHK 127,03. Inflasi Bulan ke Bulan, Tahun Kalender, dan Year‐on‐Year Gabungan 66 Kota, 2009‐2011 2. Menurut jenis pengeluaran rumahtangga, inflasi umum (headline inflation)
terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan
indeks kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,47 persen;
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,40 persen; kesehatan 0,69
persen; pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,13 persen; dan transpor,
komunikasi dan jasa keuangan 0,15 persen serta penurunan harga yang
ditunjukkan oleh penurunan indeks kelompok bahan makanan 0,33 persen dan
sandang 0,08 persen. Pada bulan Februari 2011 terjadi inflasi sebesar 0,13 persen Menurut jenis pengeluaran rumahtangga, inflasi umum (headline inflation)
terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan
indeks kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,47 persen;
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,40 persen; kesehatan 0,69
persen; pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,13 persen; dan transpor,
komunikasi dan jasa keuangan 0,15 persen serta penurunan harga yang
ditunjukkan oleh penurunan indeks kelompok bahan makanan 0,33 persen dan
sandang 0,08 persen. dan mobil masing ‐ masing 0,02 persen (peranan
dalam inflasi masing – masing 15 persen). 4. Inflasi Februari 2011
sebesar 0,13 persen, angka tersebut lebih rendah dibanding kondisi
Februari 2010 yang mengalami inflasi 0,30 persen. Inflasi tahun kalender
2011 sebesar 1,03 persen dan laju inflasi year‐on‐year (Februari
2011 terhadap Februari 2010) sebesar 6,84 persen. 5. Menurut
karakteristik perubahan harga, inflasi bulan Februari 2011 sebesar 0,13
persen dipengaruhi oleh kenaikan indeks komponen inti (core) 0,31 persen dan komponen yang harganya diatur pemerintah (administered) 0,32 persen, sedangkan penurunan terjadi pada indeks komponen bergejolak (volatile) 0,48
persen. 6. Inflasi IHK Februari 2011 sebesar 0,13 persen berasal dari
andil komponen inti 0,18 persen (peranan dalam inflasi 138 persen),
komponen bergejolak ‐0,11 persen (peranan dalam deflasi 85 persen),
sementara barang/jasa yang harganya diatur pemerintah memberikan
sumbangan 0,06 persen (peranan dalam inflasi 47 persen). 7. Inflasi
komponen inti bulan Februari 2011 sebesar 0,31 persen, tahun kalender
2011 sebesar 0,81 persen, dan year‐on‐year (Februari 2011 terhadap Februari 2010) sebesar 4,36 persen.
TUJUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH
- Tujuan Bersifat Ekonomi
Tujuan untuk mengatasi
pengangguran didasarkan kepada pertimbangan – pertimbangan yang bersifat
ekonomi. Dalam hal ini ada tiga hal pertimbangan utama : untuk
menyediakan lowongan pekerjaan baru, untuk meningkatkan taraf kemakmuran
masyarakat dan memperbaiki kesamarataan pembagian pendapatan.
Menyediakan Lowongan Pekerjaan
Dalam jangka panjang usaha mengatasi
pengangguran diperlukan karena jumlah penduduk yang selalu bertambah
akan menyebabkan pertambahan tenaga kerja yang terus menerus. Maka,
untuk menghindari masalah pengangguran yang semakin serius, tambahan
lowongwn pwkwrjaan yang cukup perlu disediakan dari tahun ke tahun.
Dalam jangka pendek pengangguran dapat menjadi bertambah serius, yaitu
ketika berlaku kemunduran atau pertumbuhan ekonomi yang lambat. Dalam
masa seperti itu kesempatan kerja bertambah dengan lambat dan
pengangguran meningkat. Menghadapi keadaan yang seperti ini usaha –
usaha pemerintah untuk mengatasi pengangguran perlu ditingkatkan.
Meningkatkan Taraf Kemakmuran Masyarakat
Kenaikan kesempatan kerja dan penganguran
sangat berhubungan dengan pendapatn nasional dan tingkat kemakmuran
masyarakat. Kenaikan kesempatan kerja menambah produksi nasional dan
pendapatan nasional. Ukuran kasar dari kemakmuran masyarakat adalah
pendapatan per kapita yang diperoleh dengan cara membagikan pendapatan
nasional dengan jumlah penduduk. Dengan demikian kesempatan kerja yang
semakin meningkat dan pengangguran yang semakin berkuran bukan saja
menambah pendapatan nasional tetapi juga meningkatkan pendapatan per
kapita. Melalui perubahan ini kemakmuran masyarakat akan bertambah.
Memperbaiki Pembagian Pendapatan
Pengangguran yang semakin tinggi
manimbulkan efek yang buruk kepada kesamarataan pembagian pendapatan.
Pekerja yang menganggur tidak memperoleh pendapatan. Maka semakin besar
pengangguran, semakin banyak golongan tenaga kerja yang tidak mempunyai
pendapatan. Seterusnya penganggran yang terlalu besar cenderung untuk
mengekalkan atau menurunkan upah golongan berpendapatan rendah.
Sebaliknya, pada kesempatan kerja yang tinggi tuntutan kenaikan upah
akan semakin mudah diperoleh. Dari kecenderungan ini dapat disimpulakn
bahwa usaha menaikkan kesempatan kerja dapat juga digunakan sebagai alat
untuk memperbaiki pembagian pendapatan dalam masyarakat.
- Ø Tujuan Bersifat Sosial dan Politik
Tujuan untuk mengatasi masalah sosial dan
politik tidak kalah pentingnya dengan tujuan yang bersifat ekonomi.
Tanpa kestabilan sosial dan politik, usaha – usaha untuk mengatasi
masalah ekonomi tidak dapat di capai dengan mudah. Berikut ini
diterangkan masalah sosial dan politik utama yang ingin diatasi melalui
kebijakan pemerintah mengurangi pengangguran. Meningkatkan Kemakmuran Keluarga dan kestabilan Keluarga
Ditinjau dari segi mikro, tujuan ini merupakan hal yang sangat penting.
Apabila kebanyakan anggota dalam suatu rumah tangga tidak mempunyai
pekerjaan, berbagai masalah akan timbul. Pertama, keluarga tersebut
mempunyai kemampuan yang terbatas untuk melakukan perbelanjaan. Maka
secara lansung pengangguran mengurangi taraf kemakmuran kluarga.
Seterusnya, pengangguran mengurangi kemampuan keluarga untuk membiayai
pendidikan anak – anaknya. “Drop-out” di sekolah – sekolah angat
berhubungan erat dengan masalah kemiskinan. Efek psikologi ke atas rumah
tangga seperti merasa rendah diri, khilangan kepercayaan diri dan
perselisihan dalam kluarga, merupakn masalah lain yang ditimbulakn oleh
pengangguran.
Menghindari Masalah Kejahatan
Di satu pihak pengangguran menyebabkan
para pekerja kehilangan pekerjaannya. Akan tetapi di lain pihak,
ketiadaan pekerjaan tidak akan mengurangi kebutuhan untuk berbelanja.
Seringkali yaitu apabila tidak ada tabungan dan sumber pendapatan lain,
pengangguran manggalakkan kegiatan kejahatan. Terdapat perkaitan yang
erat di antar masalah kejahatan dan masalah pengangguran, yaitu semakin
tinggi pengangguran, semakin tinggi kasus kejahatan. Dengan demikian
usaha mengatasi pangangguran secara tak langsung menyebabkan pengurangan
dalm kejahatan.
Mewujudkan Kestabilan Politik
Kestabilan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi yang diperlukan untuk menaikkan taraf kemakmuran masyarakat
memerlukan kestabilan politik. Tanpa kstabilan politik tidak mungkin
suatu negara dapat mencapai pertumbuhan yang cepat dan terus – menerus.
Pengangguran merupakan salah satu sumber / penyebab dari ketidakstabilan
politik. Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak merasa puas dengan
pihak pemerintah. Mereka merasa pemerintah tidak melakukan tindakan yang
cukup untuk masyarakat. Dalam perekonomian yang tingkat penganggurannya
tinggi masyarakat seringkali melakukan demonstrasi dan mengemukakan
kritik ke atas pemimpin – pemimpin pemerintah. Hal – hal seperti itu
akan menimbulkan halangan untuk melakukan investasi dan mengembangkan
kegiatan ekonomi. Sebagai akibatnya perkembangan ekonomi yang lambat
semakin berkepanjangan dan keadaan pengangguran semakin memburuk.
Langkah pemerintah untuk menghhindari masalh ini perlu dilakukan.
KESIMPULAN
Dalam perekonomian tertutup, dan dalam
jangka pendek, pengangguran dan inflasi merupakan masalah ekonomi yang
perlu di hadapi dan di atasi. Dalam sistem pasar bebas, kdua masalah ini
tidak dapat dengan sendirinya diatasi. Kebijakan pemerintah perlu
dijalankan apabila salah satu kedua masalah tersebut timbul. Sesuai
dengan keperluan ini dalam analisis makro ekonomi perlu diperhatikan
dengan lebih baik mengenai kdua masalah tersebut dan bentuk – bentuk
kebijakan pemerintah yang dapat digunakan untuk mengatasi kedua masalah.
Ada dua cara yg di gunakan untuk melihat masalah pengangguran. Yang
pertama adalah dengan melihar sumber dari wujud masalah tersebut dan
yang kedua adalah berdasarkan ciri – cirinya. Berdasarkan sumbernya
pengangguran dibedakan kepada : pengangguran normal/friksional,
pengangguran siklikal (kunjungtur), pengangguran berstruktur dan
pengangguran teknologi. Berdasarkan ciri – cirinya pengangguran
dibedakan kepada : pengangguran terbuka, pengangguran tersembunyi,
pengangguran bermusim dan setengah menganggur. Mengapakah pengangguran
perlu diatasi? Kebijakan pemerintah untuk mengatasi pengangguran
didorong oleh tujuan bersifat ekonomi dan tujuan bersifat sosial dan
politik. Dari segi ekonomi tujuan mengatasi pengangguran adalah :
Menyediakan kesempatan kerja, meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat
dan memperbaiki distribusi pendapatan. Sedangkan tujuan bersifat sosial
meliputi : Meningkatkan kemakmuran keluarga dan kestabilan keluarga,
menghindari masalah kriminal dan mewujudkan kestabilan politik.
PENUTUP
Sebagai penutup, besar harapan kami bahwa
makalah kami yang berjudul ‘INFLASI dan PENGANGGURAN”dapat berfungsi
bagi kita. Jika ada kesalahan dalam penyusunan,baik itu penulisan, isi,
judul diatas kami mohon maaf kepada pembaca, pelihat dan pendengar
makalah ini. Dan tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang membantu kami menyelesaikan makalah ini. Semoga jerih payah
kami selama penyusunan makalah ini tidaklah sia-sia. Demikian kami
sampaikan , atas perhatian dan bantuan dari semua pihak kami mengucapkan
terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
- http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/07/21/0018.html
- Mangkoesoebroto,guritno.Teori Ekonomi Makro/ Guritno Mangkoesoebroto,Aligipari.Ed.ke-13.ke-1 Yogyakarta: Bagian penerbitan sekolah tinggi ilmu ekonom : BPFE.Yoyakarta.1988.
- Sukirno,sadono. Makroekonomi Teori Pengantar .Ed.3-17,Jakarta: PT Raja Grafindo Parsada.2006
- Mankiw,n,Gregory. Teori Makroekonomi.Imam Nurmawan,S.E. Wisnu C. Krestiaji,SE.Ed 5. Jakarta : Erlangga,2003.
- Bodiono. Ekonomi makro.BEFE : Yogyakarta. 2005
- World Development Report. 2007. Pembangunan dan Generasi Mendatang. World Bank. Salemba Empat. Jakarta
- Biro Pusat Statistik. 1995. Statistik 50 Tahun Indonesia Merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar anda yang bisa membangun bagi blog ini oke!!!