Pengertian Tadris dalam Alquran
A. Muqoddimah
Al-quran merupakan kalamullah, yang berisi tentang ketentuan dan pedoman bagi seluruh manusia agar dapat melaksanakan syariat
islam dengan benar dan harus diimplementasikan secara kaffah dalam aspek kehidupan, baik yang menyangkut masalah sosial, politik, ekonomi,
kebudayaan, pertahanan, dan keamanan, maupun pendidikan.
Kedudukan al-qur’an sebagai sumber pokok pendidikan islam
dapat dipahami dari ayat: Dan kami tidak menurunkan kepadamu al-kitab
(al-qur’an) ini, melainkan agarkamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang
mereka perselisihkan itu menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajar orang-orang yang
mempunyai pikiran.
Menurut Abu Hasan ‘Ali An-Nadwi bahwa pendidikan dan
pengajaran umat islam itu harus berpedoman kepada aqidah islamiyyah yang
berdasarkan al-qur’an dan al-hadits.Pada makalah ini penulis akan coba menjelaskan
pengertian tadris berdasarkan ayat Al-Qur’an.
B. Ayat-Ayat
dan Terjemahan Mengenai Pengertian Tadris
1.
Surat Al-An’am ayat 105
وَكَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ وَلِيَقُولُوا دَرَسْتَ
وَلِنُبَيِّنَهُ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya: Demikianlah
kami mengulang-ulangi ayat-ayat Kami supaya (orang-orang yang beriman mendapat
petunjuk) dan yang mengakibatkan orang-orang musyrik mengatakan: "Kamu telah mempelajari
ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab)", dan supaya Kami menjelaskan Al Qur'an
itu kepada orang-orang yang mengetahui.
2.
Surat Al-a’raf ayat 169
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ وَرِثُوا الْكِتَابَ يَأْخُذُونَ
عَرَضَ هَذَا الأدْنَى وَيَقُولُونَ سَيُغْفَرُ لَنَا وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ
مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ أَلَمْ يُؤْخَذْ عَلَيْهِمْ مِيثَاقُ الْكِتَابِ أَنْ لا
يَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ وَدَرَسُوا مَا
فِيهِ وَالدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلا تَعْقِلُونَ
Artinya: Maka
datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang
mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan
diberi ampun". Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia
sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah
perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa
yang tersebut di dalamnya?. Dan kampung akhirat itu lebih baik bagi mereka yang
bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti
3.
Surat Al- Qalam ayat 37
أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ
Artinya: Atau
adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya?
4.
Surat Saba ayat 44
وَمَا آتَيْنَاهُمْ مِنْ كُتُبٍ يَدْرُسُونَهَا وَمَا
أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِنْ نَذِيرٍ
Artinya: Dan Kami tidak pernah memberikan
kepada mereka kitab-kitab yang mereka
baca dan sekali-kali tidak pernah (pula)
mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun
C. Penafsiran ayat
1. Tafsir
Surat Al-An’am ayat 105
a. Tafsir Fizhilalil Qur’an
Allah
menunjukkan tanda-tanda kekuasaannya dalam tingkatan yang tidak pernah dicapai
oleh orang Arab. Karena hal itu, bukan datang dari lingkungan mereka juga bukan
datang dari lingkungan manusia secara umum. Sehingga, tanda-tanda ini sampai
kepada dua hasil yang saling berhadapan dalam lingkungan itu.
Mereka yang tidak menginginkan petunjuk, tida
ingin mendapatkan ilmu pengetahuan, dan tidak berusaha untuk mencapai hakikat.
Mereka itu akan berusaha untuk mendapatkan alasan bagi tingkatan ini yang
dijadikan bahan pembicaraan oleh Nabi saw. Nabi saw adalah bagian dari
lingkungan mereka. Sehingga, mereka membuat sesuatu yang mereka ketahui tidak
terjadi. Karena tidak ada sesuatu pun dari kehidupan Muhammad yang luput dari
pengawasan mereka, sebelum beliau mendapatkan risalah ataupun setelahnya.
Namun mereka berkata,“ Hai Muhammad, engkau
mempelajari hal ini dari ahli kitab!” padahal, tidak ada seorangpun dari ahli
kitab yang mengetahui sesuatu dalam tingkatan ini. Kitab-kitab ahli kitab yang
ada pada saat itu berada ditangan mereka, pada saat ini bisa kita lihat
sendiri. Jaraknya amat jauh, antara apa yang ada ditangan mereka itu dengan
aL-Qur’anul Karim ini.
Apa yang ada pada mereka tidak lebih dari
riwayat-riwayat yang tidak kuat tentang sejarah nabi-nabi dan raja-raja, yang
dipenuhi dengan legenda dan mitos buatan orang-orang yang tidak jelas
profilnya. Ini yang berkaitan dengan perjanjian lama dan perjanjian baru,
injil-injil, juga tidak lebih dari itu. Yaitu berisi riwayat-riwayat yang
diriwayatkan oleh para murid Almasih setelah lewat beberapa puluh tahun.
Kemudian oleh konsili-konsili gereja diubah, diganti dan direvisi isinya
sepanjang waktu yang lama. Sehingga, nasihat-nasihat akhlaw dan pengarahan
ruhani tidak selamat dari penyimpangan, penambahan, dan kelupaaan.
Itulah yang saat ini berada ditangan ahli
kitab, disaat ini juga seperti itu. Maka, bagaimana hal ini bisa dibandingkan
dengan Al-Qur’anul Karim? Namum, orang-orang musyrik orang-orang jahiliah
berkata seperti ini. Anehnya, orang-orang jahiliah pada masa kini, yaitu
kalangan orang-orang orientalis dan beberapa kalangan yang ber-KTP Islam, namun
sok-sokan ilmiah, mengatakan perkataan yang sama seperti ini. Kemudian hal itu
mereka namakan sebagai “ilmu pengetahuan”, “hasil riset” dan “penelitian yang
cermat” yang hanya dapat dilakukan oleh kalangan orientalis.
Sementara itu, orang-orang berpengatahuan yang
sebenarnya, jika melihat tanda-tanda kekuasaan Allah itu dalam bentuk seperti
ini, akan menjelaskan kebenaran bagi mereka. Sehingga, mereka pun mengetahui
kebenaran itu.
b.
Tafsir Al-Maraghi
Al-Maraghi menjelaskan kata darasta dengan makna
yang umum, yaitu membaca
berulang-ulang dan terus-menerus melakukannya sehingga sampai pada tujuan.
Al-Khawrizmi, Ath-Thabari, dan Ash-Shuyuti mengartikan kalimat darasta
dengan makna, “engkau membaca dan mempelajari”.
2. Tafsir
Surat Al-a’raf ayat 169
a. Tafsir
Al-Maraghi
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ وَرِثُوا الْكِتَابَ يَأْخُذُونَ
عَرَضَ هَذَا الأدْنَى وَيَقُولُونَ سَيُغْفَرُ لَنَا وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ
مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ
Lahirlah dari Bani Israil yang
terdiri dari orang shaleh dan durjana itu satu golongan generasi yang mewarisi
Taurat. Yakni generasi yang mengetahui isi Taurat itu dan mengerti hukum-hukum
yang ada di dalamnya, sesudah wafatnya generasi tua. Padahal mereka lebih
mementingkan harta dan kemewahan duniawi, sekalipun harus dengan memakan barang
haram, suap, menjual belikan agama dan berpilih kasih dalam memberi keputusan.
Mereka mengatakan ,” Kami akan diampuni, Allah takkan menghukum kami atas
perbuatan ini. Bukankah kita ini anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya, dan
keturunan nabi-nabi-Nya. Juga umat yang dipilih-Nya dari sekalian umat
manusia…,” semuanya berupa angan-angan dan khayalan yang menyesatkan. Sementara
itu, mereka tetap tenggelam dalam dosa-dosa, mereka tak hendak meninggalkan
dari perbatan-perbuatan mereka yang durjana.
Apabila datang kepada mereka harta lain yang mereka ambil dengan
cara bathil terdahulu, mereka pasti mengambilnya pula tanpa banyak pertimbangan
tentang batal haramnya. Padahal mereka tahu bahwa Allah menjanjikan ampunan
hanyalah bagi mereka yang mau bertaubat, yaitu orang yang berhenti dari
perbuatan dosa yang sudah-sudah dengan rasa menyesal dan takut kepada Tuhan,
memperbaiki apa yang telah mereka rusak.
Sesudah itu, Allah pun kemudian memberikan jawaban kepada mereka
atas persangkaan mereka yang mengatakan,” Kami akan diampuni,” sedang mereka
tetap saja berbuat zalim dan kerusakan, bahkan lebih mencintai dunia.
Firmannya:
أَلَمْ يُؤْخَذْ
عَلَيْهِمْ مِيثَاقُ الْكِتَابِ أَنْ لا يَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ
وَدَرَسُوا مَا فِيهِ
Dan allah sesungguhnya telah
mengambil perjanjian dan sumpah dari mereka dalam kitab-Nya, supaya mereka
tidak mengatakan atas nama Allah selain kebenaran yang Allah terangkan dalam
kitab tersebut. Mereka telah dilarang mengubah kitab itu, dan mengganti
hukum-hukum yang ada padanya untuk mendapatkan suap, padahal mereka benar-benar
telah mempelajari kitab itu dan paham isinya. Jadi mereka tentu ingat akan
pengharaman memakan harta orang secara batil dan berbuat dusta atas nama Allah,
dan lain sebagainya yang telah diambil sumpahnya atas nama mereka selain Allah.
وَالدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلا
تَعْقِلُونَ
Dan negeri akhirat dengan segala isinya yang merupakan kenikmatan
bagi orang-orang yang menghindari kemaksiatan, baik yang nyata maupun yang
tidak nyata adalah lebih baik daripada menerima harta benda dunia yang bakal
sirna ini,yang diambil denggan jalan
menerima suap, barang haram dan lain-lain. Apakah kalian tidak mengerti dengan
semua itu, padahal itu semua jelas, tidak samar bagi siapa pun yang akalnya belum tertutup oleh
keinginan-keinginan nafsu, yang hatinya belum buta oleh harta benda dunia yang
bakal sirna, yang dengan demikian lebih mengutamakan kebaikan daripada
keburukan, dan lebih menyukai kenikmatan yang kekal daripada harta yang segera
sirna.
Itu semua merupakan isyarat, bahwa cinta kepada harta benda dunia
itulah yang telah merusakkan mental Bani Israil, dan membuat mereka lebih
menyukai kenikmatan duniawi, sehingga lenyaplah kesadaran mereka. Dan
memutuskan suatu keputusan dengan selain hukum yang telah diturunkan Allah,
seperti halnya kelakuan umat-umat lainnya. Mereka semua menjadi rusak sedikit
demi sedikit, tidak sekaligus, sebagaimana kerusakan yang juga kita saksikan di
kalangan umat sendiri.
3. Tafsir
Surat Al- Qalam ayat 37
Tafsir Ibnu Katsir
Apakah ditanganmu ada kitab yang diturunkan dari langit yang kamu
pelajari dan kamu edarkan, diterima oleh orang-orang yang kemudian (khalaf)
dari orang-orang yang terdahulu (salaf) dan mengandung hukum yang diteguhkan
sebagaimana yang kamu sangkakan. Bahwa kamu boleh memilih apa yang kamu
senangi, dan bahwa urusan itu diserahkan kepadamu, dan bukannya kepada selain
kamu.
4. Tafsir
Surat Saba ayat 44
Tafsir ibnu katsir
وَمَا آتَيْنَاهُمْ مِنْ كُتُبٍ يَدْرُسُونَهَا وَمَا أَرْسَلْنَا
إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِنْ نَذِيرٍ
Tidak ada kitab yang diturunkan oleh Allah
kepada bangsa Arab sebelum al-Qur’an dan tidak ada seorang nabi pun yang diutus
kepada mereka sebelum Muhammad saw. Dahulu mereka amat menginginkan hal
tersebut dan mereka berkata: “seandainya datang kepada kami seorang pemberi
peringatan atau diturunkan satu kitab kepada kami, niscaya kami menjadi orang
yang lebih mendapatkan hidayah dibandingkan orang-orang selain kami.” Tetapi,
tatkala Allah memberikan nikmat tersebut kepada mereka, mereka pun mendustakan,
menentang dan mengingkarinya.
D.
Makna Tarbiyah
Makna tarbiyah (nilai pendidikan) dari
ayat-ayat yang telah dipaparkan adalah sebagai berikut:
1.
Seorang guru itu adalah pembimbing
anak muridnya agar tidak tersesat dalam kehidupannya.
2.
Belajar itu harus dilakukan secara
berulang-ulang.
3. Dalam melakukan proses pembelajaran harus mengacu pada buku
(sumber belajar) Sumber belajar harus mendukung pada tujuan pembelajaran.
4.
Dalam proses pembelajaran harus
ada tujuan belajar yang ingin dicapai.
5.
Dalam menyampaikan ilmu seorang
guru haruslah berakhlak mulia, mengajarkan dengan kelembutan bukan dengan
kekerasan, karena apabila mengajar dengan kekerasan, maka murid akan lari dan
ilmu tidak tersampaikan.
6.
Seorang guru harus mengikhlaskan
apa yang dikerjakannya itu hanya karena Allah, bukan semata-mata karena
imbalan.
7.
Seorang guru pun harus
berpenampilan rapi, bersih dan menarik.
8.
Seorang guru harus bertaqwa kepada
Allah dan bersabar dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik.
9. Seorang guru harus mengajarkan
perkara yang mudah terlebih dahulu lalu mengajarkan hal yang lebih rumit dari yang
sebelumnya, agar murid mengerti apa yang diajarkan.
10. Guru harus memberi kebebasan dan dukungan kepada siswa, jangan
terlalu memaksakan sesuatu kepada siswa
tetapi cari strategi lain untuk menyampaikannya.
E.
Analisis Tarbiyah
Tadris
merupakan masdar yang asal katanya dari دَرَسَ-يَدرُسُ-دَرسًا
yang berarti pengajaran
atau pembelajaran. Dalam Kamus Bahasa Indonesia pengajaran berarti proses,
cara, perbuatan mengajar. Dalam pengajaran adanya interaksi antara yang
mengajar ( mudaris) dan yang belajar (mutadaris).
Belajar menurut pendapat Para Ahli:
1.
Gagne berpendapat bahwa belajar adalah kegiatan yang
kompleks. Jadi hasil belajar berupa kapabilitas sehingga setelah belajar orang
memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian belajar
adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan,
melewati pengolahan iinformasi, menjadi kapabilitas baru.
2.
Piaget berpendapat bahwa belajar adalah sesuatu
pengetahuan yang di bentuk oleh individu itu sendiri akibat dari interaksi
terus – menerus dengan lingkungan masyarakat.
3.
Roger berpandangan bahwa belajar di dunia pendidikan
masih menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar ,
hal ini di tandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan
pelajaran saja.
Karakteristik Belajar :
1.
Perubahan tingkah laku yang terjadi harus bertujuan (
intensional ) disengaja disadari dan
tidak terjadi secara kebetulan
2.
Perubahan tingkah laku itu bersifat positip ,perubahan
menjadi lebih baik sesuai dengan yang dikehendaki
3.
Perubahan tingkah laku itu harus benar-benar hasil
pengalaman yaitu hasil interaksi individu dengan lingkungan
4.
Perubahan tingkah
laku ( belajar ) harus bersifat efektif
Belajar sebagai proses terpadu
1. Belajar dapat berfungsi secara penuh untuk
membantu perkembangan individu Seutuhnya
2. Belajar
sebagai proses pemerolehan pengalaman menempatkan individu sebagai pusat segala-galanya
3. Belajar menuntut
terciptanya suatu aktifitas yang memungkinkan adanya lebih banyak melibatkan
siswa secara aktif dan intensif
4. Belajar menempatkan individu pada posisi yang
terhormat dalam suasana kebersamaan di dalam penyelesaian persoalan yang
dihadapi
5. Belajar mendorong setiap
individu /siswa untuk terus menerus belajar
6. Belajar harus dapat
memberikan kemungkinan seluas-luasnya untuk memilih tugasnya sendiri dan
bekerja berdasarkan standarnya sendiri
7. Belajar itu dapat
berfungsi dan berperan secara efektif bila dapat diciptakan lingkungan belajar
secara total yang tidak hanya memberikan dukungan fasilitas terhadap
peningkatan pertumbuhan dan pengembangan salah satu aspek saja melainkan semua
aspek
8. Belajar memungkinkan
pembelajaran bidang studi tidak harus dilakukan secara terpisah, melainkan
dilaksanakan secara terpadu
9. Belajar
memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan keluarga
Tujuan pembelajaran adalah
hal yang sangat penting dalam belajar. Tujuan pada umumnya mengarahkan
seseorang yang sedang belajar ke arah kegiatan tertentu. Ada empat alasan
mengapa tujuan belajar ini perlu dirumuskan oleh pembelajar:
1.
Agar ia mempunyai target tertentu setelah mempelajari
sesuatu
2.
Agar ia mempunyai arah dalam berkreativitas belajar.
3.
Agar ia dapat menilai ketercapaian target belajar
4.
Agar tidak menyita waktu dan tenaga dalam kegiatan
belajar.
F. Kesimpulan
Tadris merupakan
masdar yang asal katanya dari دَرَسَ-يَدرُسُ-دَرسًا yang berarti pengajaran atau pembelajaran.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia pengajaran berarti proses, cara, perbuatan
mengajar. Dalam pengajaran adanya interaksi antara yang mengajar ( mudaris)
dan yang belajar (mutadaris).
At-tadris adalah upaya menyiapkan
murid ( mutadarris ) agar dapat membaca, mempelajari dan mengkaji sendiri, yang
dilakukan dengan cara mudarris membacakan, menyebutkan berulang-ulang dan
bergiliran, menjelaskan, mengungkap dan mendiskusikan makna yang terkandung di
dalamnya sehingga mutadarris mengetahui, mengingat, memahami, serta
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan mencari ridla Allah
(definisi secara luas dan formal). At-Tadris dalam Hadits: Al-Juzairi memaknai tadarrusu dengan membaca dan
menjamin agar tidak lupa, berlatih dan menjamin sesuatu.
Dalam
proses tadris harus mengacu pada buku sumber dan mempunyai tujuan yang ingin
dicapai. Seorang guru itu adalah pembimbing anak muridnya agar tidak
tersesat dalam kehidupannya. Dalam hal belajar siswa harus diajak berpartisipasi
secara bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar. Siswa diajak berfikir
untuk menganalisis dan mengevaluasi, sehingga secara tidak langsung memberi
peluang siswa untuk belajar kreatif, mengevaluasi diri dan belajar mengkritik
dirinya sendiri, hal ini menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan
sungguh-sungguh dalam belajar.
Daftar Isi
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya.
Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005.
Rosidin, Dedeng.
Akar-akar Pendidikan. Bandung: Pustaka Umat 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar anda yang bisa membangun bagi blog ini oke!!!