Sabtu, 29 November 2014



MAKALAH
HADIS

KELOMPOK VII
ABDUSSOMAD                                  152.135.223
BUDIAWAN                                        152.135.222
PUTRI WULANDARI                        152.135.253
NUR INAYAH                                               152.135.249
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Secara bahasa, riba berarti bertambah, tumbuh, tinggi, dan naik. Adapun menurut istilah syariat, para fuqaha sangat beragam dalam mendefinisikannya. Sementara definisi yang tepat haruslah bersifat jami’ mani’ (mengumpulkan dan mengeluarkan), yaitu mengumpulkan hal-hal yang termasuk di dalamnya dan mengeluarkan hal-hal yang tidak termasuk darinya.
B.     Rumusan masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan pengertian riba ?
2.      Berapa banyak pembagian riba ?
3.      Apa hukum dari riba itu ?

C.    Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mahasiswa mampu mengetahui pengertian riba
2.      Mahasiswa mampu mengetahui berapa pembagian riba
3.      Mahasiswa mampu mengetahui hukum riba
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian riba
Secara bahasa, riba berarti bertambah, tumbuh, tinggi, dan naik. Adapun menurut istilah syariat, para fuqaha sangat beragam dalam mendefinisikannya. Sementara definisi yang tepat haruslah bersifat jami’ mani’ (mengumpulkan dan mengeluarkan), yaitu mengumpulkan hal-hal yang termasuk di dalamnya dan mengeluarkan hal-hal yang tidak termasuk darinya.
Definisi paling ringkas dan bagus adalah yang diberikan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam Syarah Bulughul Maram, bahwa makna riba adalah: “Penambahan pada dua perkara yang diharamkan dalam syariat adanya tafadhul (penambahan) antara keduanya dengan ganti (bayaran), dan adanya ta`khir (tempo) dalam menerima sesuatu yang disyaratkan qabdh (serah terima di tempat).”
Bila setiap sistem jual beli yang terlarang masuk dalam kategori riba, maka akan dengan mudah menghitung hingga bilangan tersebut. Namun bila riba itu hanya ditafsirkan sebagai sistem jual beli yang dinashkan sebagai riba atau karena ada unsur penambahan padanya, maka akan sulit mencapai bilangan di atas.
Diharamkannya riba berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma’ para ulama. Bahkan bisa dikatakan keharamannya.
Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari Al qur’an, Assunah dan Ijma’ ulama’
a)      Dalam surat Ar-Ruum Allah ta’ala berfirman:

وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُون
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum: 39)
Ayat tersebut tidak mengandung ketetapan hukum pasti tentang haramnya riba. Karena kala riba memang belum diharamkan. Riba baru diharamkan di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di kota Al-Madinah. Hanya saja ini mempersiapkan jiwa kaum muslimin agar mampu menerima hukum haramnya riba yang terlanjur membudaya kala itu.
b)      Dalam surat Ali Imran Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imraan: 130)
Ayat di atas mejelaskan bahwa riba diharamkan karena dikaitkan dengan suatu tambahan yang berlipat ganda. para ahli tafsir berpendapat behwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak di praktekan pada masa tersebut tapi bukan menjadi persyaratan diharamkanya riba
c)      Baru kemudian turun beberapa ayat pada akhir surat Al-Baqarah, yaitu:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٢٧٨)فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ (٢٧٩
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 275-279)
Ayat-ayat ini adalah ayat-ayat tentang riba yang terakhir diturunkan dalam Al-Qur’an Al-Karim. (DR.Setiawan Budi Utomo, fiqih aktual.hal: 78-79. Gema insani press)
Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari As-Sunnah
a)      Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
“Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya: “Apakah tujuh hal itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan mereka. “
Hadist dia atas menerangkan memakan riba secara umum (Ahmad Azhar Basyir M.A.hukum islam tentang riba utang piutang gadai.pt.al ma’arif ,bandung)
b)       Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.”(HR.Bukhari)
c)      Diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceritakan: Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي فَأَخْرَجَانِي إِلَى أَرْضٍ مُقَدَّسَةٍ فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيهِ رَجُلٌ قَائِمٌ وَعَلَى وَسَطِ النَّهَرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِي فِي النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِي فِيهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِي فِيهِ بِحَجَرٍ فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ فَقُلْتُ مَا هَذَا فَقَالَ الَّذِي رَأَيْتَهُ فِي النَّهَرِ آكِلُ الرِّبَا
“Tadi malam aku melihat dua orang lelaki, lalu keduanya mengajakku pergi ke sebuah tanah yang disucikan. Kamipun berangkat sehingga sampai ke satu sungai yang berair darah. Di situ terdapat seorang lelaki sedang berdiri. Di tengah sungai terdapat seorang lelaki lain yang menaruh batu di hadapannya. Ia menghadap ke arah lelaki yang ada di sungai. Kalau lelaki di sungai itu mau keluar, ia melemparnya dengan batu sehingga terpaksa lelaki itu kembali ke dalam sungai dalam kedaan berdarah. Demikianlah seterusnya setiap kali lelaki itu hendak keluar, lelaki yang di pinggir sungai melempar batu ke mulutnya sehingga ia terpaksa kembali lagi seperti semula. Aku bertanya: “Apa ini?” Salah seorang lelaki yang bersamaku menjawab: “Yang engkau lihat dalam sungai darah itu adalah pemakan riba.” (al bukhari)
Ijma’ yang Mengharamkan Riba
Kaum muslimin seluruhnya telah bersepakat bahwa asal dari riba adalah diharamkan, terutama sekali riba pinjaman atau hutang. Bahkan mereka telah bersepakat dalam hal itu pada setiap masa dan tempat. Para ulama Ahli Fikih seluruh madzhab telah menukil ijma’ tersebut. Memang ada perbedaan pendapat tentang sebagian bentuk masalahnya, apakah termasuk riba atau tidak dari segi praktisnya, namun tidak bertentangan dengan asal ijma’ yang telah diputuskan dalam persoalan itu.
B.     Macam-macam riba
Menurut para ulama fiqih, riba dapat dibagi menjadi empat macam, masing-masing :
1.      Riba Fadhl,
 yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama timbangannya atau takarannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.
Contoh : tukar menukar dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dan sebagainya.
2.       Riba Qardh,
yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami atau mempiutangi.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
3.      Riba Yad
yaitu berpisah dari tempat sebelum timbang diterima. Maksudnya : orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelumnya ia menerima barang tersebut dari sipenjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual-beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
4.      Riba Nasi’ah
 yaitu tukar menukar dua barang yang sejenis maupn tidak sejenis yang pembayarannya disyaraktkan lebih, dengan diakhiri atau dilambatkan oleh yang meminjam.
Contoh : Aminah membeli cincin seberat 10 Gram. Ole penjualnya disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas seberat 12 gram, dan apalagi terlambat satu tahun lagi, maka tambah 2 gram lagi menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
C.    Hukum riba
Riba dengan segala bentuknya adalah haram dan termasuk dosa besar, dengan dasar Al-Qur`an, As-Sunnah, dan ijma’ ulama.
Para ulama sepakat bahwa riba adalah haram dan termasuk dosa besar. Keadaan-nya seperti yang digambarkan oleh Ibnu Taimiyah sebagai berikut: “Tidak ada suatu ancaman hukuman atas dosa besar selain syirik yang disebut dalam Al-Qur`an yang lebih dahsyat dari pada riba.”
Para ulama sepakat bahwa riba adalah haram di negara Islam secara mutlak, antara muslim dengan muslim, muslim dengan kafir dzimmi, muslim dengan kafir harbi.
Mereka berbeda pendapat tentang riba yang terjadi di negeri kafir antara muslim dengan kafir. Pendapat yang rajih tanpa ada keraguan lagi adalah pendapat jumhur yang menyatakan keharamannya secara mutlak dengan keumuman dalil yang tersebut di atas. Yang menyelisihi adalah Abu Hanifah dan dalil yang dipakai adalah lemah.
Para ulama juga berbeda pendapat tentang riba yang terjadi antara orang kafir dengan orang kafir lainnya. Pendapat yang rajih adalah bahwa hal tersebut juga diharamkan atas mereka, sebab orang-orang kafir juga dipanggil untuk melaksanakan hukum-hukum syariat Islam, sebagaimana yang dirajihkan oleh jumhur ulama.


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dari pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa jual beli dengan cara menambah (tambahan) pembayaran  tanpa ada ganti atau imbalan yang tidak ada syarat syariat islam maka jual beli tersebut adalah riba, dalam syariat islam sangat melarang riba karena riba dapat merugikan orang lain. Seperti hadis Nabi SAW “ Rasulullah SAW melaknat orang-orang yang makan barang riba dan yang mewakilinya, penulis dan dua orang saksinya beliua bersabda mereka itu semua sama saja”. (HR Muslim). Kita sebagai seorang muslim apabila kita mengalami kesulitan untuk menjahui riba maka kita terus berusaha dari hal-hal yang kecil, bahkan yang kita anggap sepele tentang riba. Karena riba juga dapat menjauhkan diri kita kepada yang kuasa, sebab allah tidak menyukai perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak mempunyai prikemanusiaan  yang mementingkan diri sendiri yang hanya memperkaya diri tanpa upaya yang wajar, riba juga salah satu sebagai bentuk penjajahan manusia terhadap manusia lainya, maka allah mengharamkan riba.
B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari teman-teman yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA
suparta, figihmu’amalah, semarang: PT karya toha putra, 2004
Suyuthiy, imam, tafsir jalalain, Beirut Dar al-fikr, 1981
Qudamah, Ibnu, Al-mughniy,libanon, mu’assasat al-kutub al-saqafah. 1993
Atsqalani, Hajar, Ibnu, Terjemah hadis bulughul maram, bandung, Pt gema risalah press.th 2007.
Syiraaziy, Al-, Imam, Al-Muhadzdzab, semarang, pt toha putra,
Shan’aaniy, Imam, subul Al-salaam, bandung, dahlan,
Muhammad, Ali,  Tafsir ayat Al-ahkaam,
Ishaq, abu, Al-mubadda, semarang, PT toha putra,
Saabiq, Sayyid, fiqih Al-sunnah, Berut, Dar Al-fikr, 1983.
Fathi, hadis dalam aqidah, al-izzah,2001



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis komentar anda yang bisa membangun bagi blog ini oke!!!